Ketika hidup
tak enggan untuk melihat sebuah mimpi yang tak pernah mati, kau ajarkan aku
melebur dalam gelap tanpa harus senyap.
Ketika hidup
tak enggan untuk berucap untuk sebuah angan yang tak pernah terganti, kau ajarkan
aku merengkuh rasa takut tanpa harus surut.
Ketika hidup
tak enggan untuk mengalunkan nada untuk sebuah mimpi yang terkadang sunyi, kau
ajarkan aku bangun dari ilusi tanpa harus berhenti bermimpi.
Ya,
seperti itulah sajak yang dapat menggambarkan kehebatan mereka dalam mengubah
dan melawan setiap keterbatasan. Mereka para pejuang mimpi, para penebar
inspirasi. Figur insan pilihan yang sempurna dalam keterbatasan. Mungkin fisik
boleh saja tak sempurna, namun semangat, impian dan cita-cita mereka ternyata
jauh lebih sempurna bila dibandingkan dengan kita yang dianugerahi
kesempuranaan fisik oleh Yang Maha Kuasa.
Terkadang
aku menilai dunia tidak adil. Mengapa tidak? Diluar sana, banyak diantara mereka
yang memiliki semangat luar biasa untuk mewujudkan setiap impian yang mereka
gantungkan, namun mengapa justru mereka yang diberi keterbatasan disela-sela
semangatnya? Sedangkan di sisi lain, mereka yang memiliki berjuta kesempatan
dengan segala kesempurnaan fisik, terkadang justru menyia-nyiakan nikmat yang
telah Tuhan berikan.
Selalu
ada tanya pada diriku untuk dunia ini, apakah mereka yang hidup dengan
keterbatasan itu mampu bahagia dengan setiap ketidaksempurnaan mereka? Apakah
dunia ini masih terlihat indah jika dilihat dari kaca mata mereka? Oh, namun
ternyata aku salah. Terlalu picik jika aku bertanya seperti itu, salah bila aku
menyangsikan kebahagiaan dibalik ketidaksempurnaan mereka, terlalu sombong jika aku harus mengasihani mereka akan keterbatasan
mereka. Mungkin saja hidup mereka jauh lebih baik dari kita. Dan mungkin saja
hari-hari mereka lebih indah bila dibandingkan dengan hari-hari kita. Bahagia tak
harus sama, bahagia tak harus sempurna, karena bahagia adalah hak setiap yang
bernyawa. Bahagia adalah sebuah pilihan setiap manusia yang mampu menggali
makna kehidupan yang ada.
Apakah harus seseorang itu berfisik sempurna
agar bisa bahagia? Para penyandang disabilitas yang bersyukur akan memiliki
keberkahan dan kebahagaiaan yang luar biasa bagi jiwanya daripada orang yang
sempurna secara fisik namun tidak pernah pandai untuk bersyukur.
Pada dasarnya, di balik kelemahan yang mereka
miliki, tak sedikit di antara kaum difabel yang justru menunjukkan bahwa ada
kekuatan yang luar biasa dibalik kelemahan fisik yang mereka miliki. Sebut saja
Puput. Puput adalah gadis kecil yang saat ini duduk di bangku kelas IV SD
Bratan 1 Surakarta. Gadis berambut ikal ini memiliki keterbatasan dalam kemampuan
berbicara. Setiap kalimat yang ingin ia ucapkan tak pernah mampu ia ungkapkan
secara sempurna. Ibuku pernah bercerita, ibu Puput terlalu sering mengkonsumsi
obat-obatan warung untuk meredakan mualnya saat beliau mengandung Puput.
Mungkin karena pengaruh konsumsi obat
yang terlalu banyak saat Puput masih di kandunganlah yang mengakibatkan Puput harus terlahir dengan
keadaan seperti ini. Namun yang lebih membuat miris lagi, kurang lebih 3 tahun
ini Puput hanya tinggal bersama dengan ibunya. Ayahnya telah lama tak ada kabar
setelah ia memutuskan untuk merantau ke Kalimantan.
Menjadi
satu-satunya figur orang tua bagi Puput mungkin mejadi alasan yang membuat
ibunda Puput harus membanting tulang setiap hari dari rumah ke rumah untuk
menjadi buruh cuci di rumah para tetangga, serta ikut membantu di sebuah warung
makan dekat rumahnya. Namun hebatnya, dengan segala keterbatasan yang ada,
Puput ternyata tumbuh menjadi gadis yang memiliki jiwa empati yang tinggi. Ia
tak pernah tega membiarkan ibunya merasa lelah seorang diri. Terkadang jika
ibunya memiliki rezeki yang lebih, Ibu Puput sering membuat jagung dan kacang
rebus untuk dijual. Dan beberapa saat setelah adzan ashar dikumandangkan,
sering kali aku melihat Puput mulai menjajakan jagung dan kacang rebus tersebut
dengan sepeda minimya. Walaupun terkadang jagung dan kacang rebus itu habis ia
makan dan dibagikan secara cuma-cuma pada teman-temannya. Namun walaupun
demikian, ibu Puput tak pernah marah kepadanya. Bagi beliau, diusianya yang
dibilang cukup dini, Puput telah mampu menunjukkan wujud baktinya pada
ibundanya tercinta.
Tak
hanya tumbuh dengan rasa empati yang tinggi, Puput juga tumbuh menjadi gadis
kecil cerdas dengan semangat juang yang tinggi dalam mewujudkan setiap
mimpi-mimpinya. Puput mungkin mengalami keterbatasan dalam berbicara, namun
siapa yang dapat menyangka, ternyata ada bakat yang luar biasa dari tangan
mungilnya. Dengan Tari Srimpi andalannya, ia pernah memenangkan lomba tari
dalam rangka HUT RI tahun lalu yang diadakan dikampung kami. Tak hanya itu, ia
juga pernah bercerita padaku bahwa ia pernah mendapatkan juara 1 lomba puisi
antar kelas di sekolahnya.
Prestasi
yang ia raih memang bukanlah sebuah prestasi yang terlalu besar jika kita
bandingkan dengan anak-anak yang telah mengikuti Olympiade Nasional ataupun lomba-lomba
dengan tingkat yang lebih tinggi. Namun bagiku, ia tetap saja gadis kecil yang
hebat. Ia dapat lebih unggul diantara teman sekelasnya yang memiliki fisik jauh
lebih sempurna bila dibandingkan dengannya. Namun, bukankah sebuah kesuksesan
tak hanya dilihat dari seberapa besar hasil akhir yang ia dapatkan saja?
Bukankah perjuangan dalam sebuah proses itu jauh lebih penting dan berharga?
Dan bukankah setiap kesuksesan selalu berproses dari suatu pencapaian-pencapaian
kecil?
Jalan
Puput masih panjang, masih banyak rahasia kehidupan yang harus ia ungkap, masih
banyak kesuksesan lain yang dapat ia capai, dan masih ada cita-cita besar yang
harus Puput wujudkan esok hari.
Berbicara
mengenai cita-cita, teringat aku akan peristiwa satu tahun silam, dimana rintik
hujan sore di sebuh masjid tempat ia belajar mengaji menjadi saksi atas ikrar
sebuah impian gadis kecil yang sungguh mulia. Ketika itu, setelah Puput selesai
membaca iqro’, aku pun memberanikan diri bertanya kepadanya tentang
cita-citanya jikalau ia tumbuh besar nanti. Dan tak pernah kusangka, ada sebuah
kalimat tulus yang keluar dari mulut seorang gadis kecil itu. Ia berandai-andai
jika ia telah dewasa nanti, ia ingin menjadi seorang guru dan punya sekolah dengan
halaman yang luas, agar ia setiap hari bisa bermain sepeda bersama
teman-temannya dihalaman sekolah miliknya nanti. Walau dengan alasan yang
polos, namun aku melihat ada sebuah ketulusan dari impiannya untuk menjadi
seorang guru yang hebat. Ya, aku yakin suatu hari nanti Puput akan menjadi
seorang guru yang hebat dengan berjuta kisah inspiratif yang telah, sedang dan
akan ia alami nanti.
Lain
Puput, lain pula dengan Ibu Irma Suyanti. Ibu Irma Suyanti pun juga memiliki
berjuta kisah inspiratif yang mengharuskan kita untuk bercermin lagi atas
kebermanfaatan kita dimuka bumi ini. Ibu Irma adalah seorang penyandang
disabiltas yang yang tak pernah menganggap garis kehidupan yang telah tertulis
untuknya menjadi sebuah keterbatasan. Ibu Irma, seorang penyandang disabilitas
lumpuh kaki karena polio ini telah mematahkan paradigma setiap insan yang
mengganggap bahwa disabilitas menjadi penghambat bagi setiap orang untuk
melakukan sebuah pengabdian.
Tak
harus berawal dari hal yang istimewa untuk menjadi sempurna. Itulah prinsip
hidupnya yang juga ia terapkan dalam bisnis yang ia rintis bersama suaminya,
Agus Priyanto (yang juga seorang penyandang disabilitas) sejak tahun 1999. Kain
perca yang dipandang tak berharga oleh kebanyakan orang, ternyata mampu ia
sulap menjadi barang produksi bernilai jual tinggi dan laris di pasaran. Kain
perca ini ia manfaatkan untuk dijadikan produk keset yang berdaya guna lebih
tinggi.
Pada
awalnya ia hanya memasarkan produknya ke pasar tradsional dan tetangga dekat
yang ada disekitar tempat tinggalnya. Namun lambat laun, berkat ketekunannya
dalam merintis usaha kecilnya ini, ternyata usaha poduksi kesetnya pun
berkembang sangat pesat hingga usahanya pun telah benar-benar mampu menjawab
permintaan pasar. Bahkan saat ini usaha yang ia kembangkan dengan berbahan
dasar kain perca tersebut tak lagi hanya sebatas keset saja, namun juga
terdapat berbagai macam produk lainnya yang juga berbahan dasar kain perca. Hingga saat ini
produk yang berhasil dihasilkan dalam usahanya ini telah diekspor ke Australi,
Jerman, Turki dan Jepang.
Dengan
meningkatnya permintaan pasar, maka kebutuhan tenaga kerja di dalam usahanya
pun juga semakin meningkat. Oleh karena itulah ia mempunyai sebuah gagasan
untuk memperkerjakan teman-temannya yang juga merupakan penyandang disabilitas
untuk menjadi tenaga kerja di rumah produksinya.
Berpedoman
kuat pada cita-citanya, ia ingin mengubah citra penyandang difabel yang selama
ini dipandang sebelah mata bagi sebagian orang menjadi insan yang lebih
dihargai karena inspirasi yang ia tebarkan. Dan cita-citanya pun kini tak hanya
sebatas mimpi belaka. Hingga saat ini jumlah tenaga kerja yang mampu
ia pekerjakan telah mencapai 2.500 orang, dimana 150 orang di antaranya adalah
penyandang disabilitas. Tak hanya bermanfaat untuk para penyandang disabilitas
saja, ternyata walaupun dengan keterbatasan fisik ia bahkan mampu memberikan
kebermanfaatan bagi orang yang sempurna secara fisiknya sekalipun.
Dengan segala pengabdian yang telah ia
dedikasikan, maka tak heran jika pemerintah menaruh perhatian khusus kepada
usahanya dalam memberdayakan masyarakat luas untuk mencapai taraf hidup yang
lebih baik dengan memberikan beberapa penghargaan seperti sebagai Wirausahawati
Muda Teladan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (2007), Perempuan Berprestasi
2008 dari Bupati Kebumen (2008), dan Penghargaan dari Jaiki Jepang, khusus
untuk orang difabel, dan masih banyak lagi.
Para penyandang disabilitas di Indoensia tidak
hanya Puput dan Ibu Irma Suyanti saja. Jika
kita mau membuka lebih lebar lagi mata hati kita, ternyata masih ada banyak
kisah inspiratif dari para penyandang disabilitas di Indonesia ini. Hampir 2,8 juta
penduduk Indonesia adalah para penyandang disabilitas yang sudah sepatutnya
diberikan perhatian khusus oleh pemerintah dan masyarakat luas. Pemberian
kemudahan dan kesempatan lebih banyak kepada para penyandang disabilitas untuk
dapat mengenyam pendidikan maupun untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, serta
tidak membuat kebijakan yang mengarah pada tindak diskriminasi, merupakan salah
satu bentuk pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas baik statusnya sebagai
bangsa Indonesia mapun sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat yang
sama dihadapan Nya.
Belajar
lebih dekat dari mereka yang ada dalam keterbatasan adalah pelajaran hidup yang
luar biasa jika kita mampu membaca hikmah yang Allah siratkan di setiap kisah
mereka. Dan belajar bersyukur serta selalu memberikan yang terbaik dalam hidup
atas setiap kelemahan dan kelebihan yang kita miliki adalah kunci keridhoan
Allah bagi hambaNya yang akan meraih sebuah kesuksesan, tak terkecuali bagi
mereka para penyandang disabilitas yang tak pernah berputus asa. Impian bukan
hanya milik orang-orang yang terlahir dengan fisik yang sempurna, namun impaian
adalah hak bagi setiap orang yang
terlahir dengan semangat dan tekad yang sempurna. Jangan pernah takut
untuk bermimpi, karena ada Allah dalam dalam pencapaian setiap azzam bagi
hambaNya yang tak pernah kenal putus asa.
Surakarta, 10
Mei 2014
02:17
Cos Ma’arif H.
L
BAGUS ,,,,,,,,,,,,,,,
ReplyDelete