Dahulu, ku kira, bahwa segala sesuatu akan selalu sampai pada rencana yang telah kita tetapkan; asalkan kita mau berjuang. Bahwa setiap jatuh bangun, pengorbanan, juga haru biru perasaan akan selalu berbalas pada kemenangan yang kita tetapkan sendiri definisinya. Sebab kata mereka, usaha tak kan pernah berkhianat pada hasil.
Namun sombongnya kita, yang senantiasa mendongak untuk setiap pencapaian yang kita raih. Merasa kesemuanya adalah hasil jerih payah dan perjuangan siang malam yang tiada henti. Merasa kesemuanya, tak ada campur tangan Tuhanmu untuk menjadikan apa yang Ia kehendaki menjadi nyata. Kun fayakun!
Dan hingga pada suatu ketika, kita mungkin akan bertemu pada sebuah takdir yang tak kita duga-duga.
Selepas usaha yang begitu payah, selepas banyaknya waktu yang tergadai dalam berjuang, nyatanya lelah kita tak berbuah apa-apa. Apa yang kita harapkan tak sama dengan apa yang kita terima.
Lantas kita mengutuk. Mengumpat semua usaha yang kita anggap sia-sia. Mendakwa Tuhan yang tak adil dalam mengetuk takdir.
Namun sombongnya kita, yang senantiasa mendongak untuk setiap pencapaian yang kita raih. Merasa kesemuanya adalah hasil jerih payah dan perjuangan siang malam yang tiada henti. Merasa kesemuanya, tak ada campur tangan Tuhanmu untuk menjadikan apa yang Ia kehendaki menjadi nyata. Kun fayakun!
Dan hingga pada suatu ketika, kita mungkin akan bertemu pada sebuah takdir yang tak kita duga-duga.
Selepas usaha yang begitu payah, selepas banyaknya waktu yang tergadai dalam berjuang, nyatanya lelah kita tak berbuah apa-apa. Apa yang kita harapkan tak sama dengan apa yang kita terima.
Lantas kita mengutuk. Mengumpat semua usaha yang kita anggap sia-sia. Mendakwa Tuhan yang tak adil dalam mengetuk takdir.
Tetapi lambat laun, seiring waktu, dari sedikit demi sedikit ketetapan-Nya yang tersingkap, aku menjadi paham. Bahwa seharusnya harap hanya diletakkan pada takaran harap. Tidak lebih.
Karena ketetapan-Nya adalah muara untuk setiap kisah anak manusia.
Karena ketetapan-Nya adalah muara untuk setiap kisah anak manusia.
Maka seharusnya, iman dan taqwa kita harus mampu untuk menjadi peredam segala lara yang terus bising bergemuruh. Pada rasa yang tak selesai, pada harap yang tak terwujud, juga pada janji yang tak tertepati. Sebab yang harus kita amini, bahwa apa-apa yang terbaik tidak pernah ada dalam takaran manusia.
Sejatinya, tugas kita cukup sederhana. Asal kita memahami arti dari sebuah penerimaan. Semakin kita bersandar pada ketetapanNya, semakin pula kita memahami hakikat seorang hamba. Bukankah sedari dahulu kita paham, bahwa puncak dari perjuangan adalah penerimaan itu sendiri. Sebab tugas seorang hamba hanyalah taat.
Namun walau begitu, tidak lantas kita harus berputus asa. Menerima begitu saja jalan cerita yang kita anggap bagian dari akhir ketetapanNya.
Kita sering lupa. Lupa, bahwa kita sejatinya tak pernah tau batas akhir sebuah takdir. Oleh karena itu, BERJUANGLAH! Mastatho'tum. Semampumu, sampai Allah menghentikan langkahmu. Namun setelahnya, belajarlah menerima setiap garis takdir dari hasil yang Allah berikan. Tak peduli sesuai dengan yang kita harap-harapkan, ataupun sebaliknya. Sebab Allah beri yang terbaik, bukan yang kita inginkan. Dan kau harus percaya, peluh juangmu tak akan pernah Allah siakan. Bila tak berbalas hari ini, suatu saat pasti.
Semoga Allah jadikan kita pribadi yang tak mudah berputus asa, cermat dalam menakar harap, dan pandai bersyukur dan berlapang pada muara takdir kisah kita.
Hey kamu..
Berjuanglah dengan baik, menerimalah dengan baik
Gedung Pasca, 19 Juli 2018
08.54
Comments
Post a Comment