“Korelasi Antara Langkanya BBM Dan Isu Tentang Harga BBM Yang
Mau Naik” Sebuah status FB salah seorang kakak tingkat yang pernah menyita perhatian beberapa orang. Ya, memang akhir-akhir ini berita langkanya BBM dan isu kenaikan
harga BBM tengah mejadi topik yang hangat untuk di bicarakan di masyarakat,
terutama rakyat kecil seperti kita ini.
BBM, sudah pasti akan menjadi perhatian publik ketika kondisinya mulai tak stabil. Biar bagaimanapun, BBM dapat dikategorikan sebagai bahan kebutuhan pokok bagi masyarat. Terlebih lagi, korelasi keberadaan dan fungsi BBM sangat erat dengan bahan-bahan kebutuhan lainnya. Jika harga BBM mengalami kenaikan, sudah dapat dipastikan harga barang dan jasa yang lainnya pun akan ikut melonjak.
BBM, sudah pasti akan menjadi perhatian publik ketika kondisinya mulai tak stabil. Biar bagaimanapun, BBM dapat dikategorikan sebagai bahan kebutuhan pokok bagi masyarat. Terlebih lagi, korelasi keberadaan dan fungsi BBM sangat erat dengan bahan-bahan kebutuhan lainnya. Jika harga BBM mengalami kenaikan, sudah dapat dipastikan harga barang dan jasa yang lainnya pun akan ikut melonjak.
Sebenarnya, negera ini telah berkali-kali mengalami pro kontra
setiap kali terjadi kelangkaan dan isu kenaikan BBM. Namun pada moment ini, ada hal
menarik yang membuat saya tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang isu kali
ini. Ramai diberitakan di berbagai media
tentang siapakah yang akan mengeluarkan kebijakan pemerintah untuk menaikkan
harga BBM.
Akankah harga BBM akan naik di akhir periode pemerintahan Bapak SBY, ataukah di awal periode pemerintahan Bapak Jokowi (yang notabene saat ini telah menyandang gelar sebagai Presiden terpilih) setelah beliau dilantik pada bulan Oktober mendatang? Pak SBY mempersilahkan Pak Jokowi yang harus mengambil kebijakan, dan Pak Jokowi melempar kembali ke yang memberi mandat. Hmm, sebenarnya kenapa sih pak harus saling lempar kebijakan seperti ini? Masa iya harus saya yang menaikkan harga BBM? #Duh Cosma, emang dikira gampang apa naikkin harga BBM? :D
Akankah harga BBM akan naik di akhir periode pemerintahan Bapak SBY, ataukah di awal periode pemerintahan Bapak Jokowi (yang notabene saat ini telah menyandang gelar sebagai Presiden terpilih) setelah beliau dilantik pada bulan Oktober mendatang? Pak SBY mempersilahkan Pak Jokowi yang harus mengambil kebijakan, dan Pak Jokowi melempar kembali ke yang memberi mandat. Hmm, sebenarnya kenapa sih pak harus saling lempar kebijakan seperti ini? Masa iya harus saya yang menaikkan harga BBM? #Duh Cosma, emang dikira gampang apa naikkin harga BBM? :D
Tapi memang sih, kalau saya jadi presiden, pasti saya juga galau
kalau harus menjalankan kebijakan tersebut, terlebih lagi di masa-masa transisi
seperti ini. Dimasa transisi seperti ini masyarat jauh lebih sensitif, tingkat
emosinya juga sangat tinggi. Salah ambil kebijakan yang tidak sesuai dengan
pengharapan rakyat, citra kepemimpinan mereka lah akan menjadi taruhannya. Kok
bisa? Yaa, menurut pendapat Mas Fajar yang saat itu juga ikut andil dalam
comment di status yang tadi saya sebutkan,
"Fenomena ini sebenarnya cuma masalah saling senggol antara
pemerintah baru dan lama untuk menaikkan harga BBM. Kalo salah satu diantara
pemerintah tersebut menaikkan harga BBM, maka yang ada aksi massa besar-besaran
dan citra Pemerintah Lama sebelum lengser maupun citra Pemerintah
Baru sebelum dilantik akan tercoreng di mata rakyat. Padahal tidak dapat
dipungkiri kalau BBM harus naik demi kesejahteraan bersama. Kalo BBM masih di
subsidi terus, APBN akan membengkak dan sektor penting lainnya akan terhambat
pertumbuhannya atau bahkan akan terbengkalai karena dampak Subsidi BBM yang
terus-menerus. Dan dampak dari akibat itu dapat menjadi peluang empuk bagi IMF
untuk memberikan utang luar negeri lagi terhadap Indonesia dengan dalih untuk
menutupi kebutuhan sektor lain (pangan, pendidikan, kesehatan dll). Sungguh
ironis, ketika hutang sudah terlunasi dan Indonesia ingin berdikari, gejolak
politik dunia untuk memainkan isu kenaikan harga BBM (khusunya di Indonesia)
menjadi senjata yang paling ampuh untuk mencundangi negara berkembang seperti
Indonesia untuk menjadi negara pengutang”
#comment yang panjang -_-
Ya, walaupun panjang tapi saya setuju dengan pendapat beliau. Fenomena
ini sebenarnya cuma
masalah saling senggol antara pemerintah baru dan lama untuk menaikkan harga
BBM. Ketika pemerintahan lama yang harus (mengalah) untuk menaikkan harga BBM,
citra pemerintah lama di mata masyarakat akan buruk di akhir periodenya, dan
nanti (jika) suatu
saat harga BBM bisa turun atau minimal kembali ke harga normal pada masa
pemerintahan yang baru, hal tersebut akan meningkatkan citra pemerintahan
sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang baru,
karena bagi suatu negara dan pemerintah, sistem akan berjalan baik jika
terpenuhi syarat utamanya, yaitu kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang
dibuat oleh pemerintah. Karena jika masyarakat yakin sistem pemerintah tersebut
adalah sistem yang baik, maka kebijakan pemerintah akan lebih mudah dijalankan.
Namun bila nantinya yang harus (mengalah) untuk menaikkan harga BBM adalah
pemerintah baru, maka pemerintah yang baru harus siap dalam menghadapi
konsekuensinya. Apa konsekuensinya? Pemerintah baru harus siap untuk tidak
populer bahkan di hujat dan dibenci oleh masyarakat. #justopinion
Namun secara pribadi, entah siapapun nantinya yang akhirnya
mengambil kebijakan ini, akan saya acungi jempol. Lhoh, kok meningkatkan harga
BBM justru di acungi jempol sih? Ya, karena sebenarnya mau tidak mau pemerintah memang
harus menyesuaikan harga BBM lokal dengan pasaran dunia, yaitu dengan cara
menaikkan harga BBM tersebut. Jika pemerintah tidak segera menyesuaikan harga
pasar internasional (tidak menaikkan harga BBM) dan terlebih lagi masih
menyediakan subsidi yang begitu besar (sekitar 210 Triliun), maka Anggaran
Pendapatan dan APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran tersebut jika terus
menerus dibiarkan tidak menutup kemungkinan akan membuat hutang Indonesia akan
semakin membengkak, dan akhirnya bisa jadi negara akan collaps. Jika negara
telah sekarat, maka siapa yang akan disalahkan? Siapakah yang akan dirugikan?
Pasti ujung-ujungnya pemrintahlah yang pertama kali akan disalahkan karena rakyat yang
menjadi korbannya.
Tapi lagi-lagi, seperti pertanyaan temanku Ahmad
Syawaluddin, siapkah rakyat untuk memulainya? Kalau menurut pendapatnya, “harga
kebutuhan dan pendapatan berbanding lurus kok. cuma siapkah rakyat untuk
memulainya. Harusnya udah dari dulu tu di produksi undang-undang kalo
"mobil pribadi dan semua kendaraan inventaris negara" (tanda petik
selanjutnya disebut point A) harus gunakan BBM non subsidi. Biar bener2
berjalan, harus dicantumin tuh di undang2 "PENJARAKAN PETUGAS POM BENSIN
YANG BERSEDIA MELAYANI point A" tadi. Asap ada karena ada api. Peminum ada
karena ada penjual minuman. Pelanggar ada karena ada yg melayani.”
Ya, sepertinya memang wajib segera di keluarkan undang-undang yang
seperti usul teman saya tadi. Karena sepengetahuan saya pun juga begitu, subsidi
yang dikeluarkan pemerintah belum sepenuhnya tepat sasaran, masih banyak
pengemudi mobil pribadi yang juga mendapatkan BBM bersubsidi. Hmm, sanggup
punya mobil kok masih minta subsidi -_- kalau salah sasaran terus mending nggak usah
ada subsidi sekalian aja kali yaa. Lagi pula subsidi itu kan "katanya"
untuk meringankan beban rakyat. Lha kan
memang sudah jadi tugas pemerintah buat meringankan beban rakyat. Kalo bisa
murah, ya kasih saja murah, kalo bisa gratis ya udah kasih saja gratis, nggak
usah pake embel2 "subsidi" segala
:D
Tuh kan, itulah alasan mengapa saya mengacungkan jempol kepada
siapapun yang berani mengambil kebijakan ini. Mengambil kebijakan tersebut
banyak tantangannya sob, tantangan mendasarnya masalah pencitraan tuh, berat
kan? Disebelin temen satu kelas aja udah repot, apalagi disebelin sama orang se
Indonesia, duh duh… -_-
Emm… But wait a minute, disatu sisi saya memang mengacungi jempol
pada pemerintah yang berani mengambil langkah ini, namun lagi-lagi tetap saja
ada yang mengganjal. Sebenarnya saya sih ikhlas-ikhlas saja jika harga BBM naik,Tapiii..
ada satu hal yang membuat saya jadi ikhlas nggak ikhlas dengan kenaikan harga
BBM ini. Ketika rakyat tercekik dengan harga BBM yang melambung tinggi, namun
ternyata masih ada banyak oknum-oknum berdasi yang dengan santainya menikmati
kekayaan negara. Miris juga kalo melihat negeriku, rakyatnya rela berkorban
mempertahankan negaranya, tapi beberapa pejabat tinngi nya justru diam-diam
merongrong pertahanan negaranya sendiri.
Hmm, harus berfikir untuk Indonesia
nih. Okelah, kalo saat ini “beberapa” generasi tuanya sudah terlanjur begitu,
ya apa boleh buat. Sekarang yang terpenting tugas generasi mudanya yang mempersiapkan
sebuah perubahan. Perubahan dari diri sendiri dan lingkungan sekitar kita.
Mulai dengan perubahan kecil demi perubahan untuk Indonesia lebih baik. Hidup
Pemuda Indonesia! ^_^
Surakarta, 30 Agustus
2014
14:51 PM
Comments
Post a Comment