Dan untuk kesekian kalinya, kembali Allah ketuk segumpal daging dalam dada ini dengan caraNya yang begitu manis.
Melalui sebuah program di sebuah stasiun TV, sering kali diri ini dibuat malu oleh para bocah kecil.
Sekelompok hafidz / hafidzah cilik yang menginspirasi dan menjadi penegur untuk para dewasa yang kerap lalai ini.
Seperti halnya dari si kecil Musa La Ode, anak Indonesia yang belum bisa berbahasa arab namun sungguh sempurna melafalkan hafalan Qur'annya pada Musabaqah Hifzil Qur'an di Sharm El-Sheikh, Mesir, 14 April 2016 silam.
Bocah kecil yang membuat tak satupun pasang mata tak berdecak kagum. Yang membuat para Syeikh dan Imam besar disana mencium kening si kecil sebagai bentuk takdzimnya pada si hafidz kecil itu.
Atau dari Ahmad Hadi Ismatudzakwan (Aza), seorang hafidz cilik asal Bandung yang selalu ceria dan hadir dengan khas karakternya sebagai anak kecil, namun begitu tenang dan khusyu' setiap kali ia membacakan ayat suci Al-Qur'an pada Panggung Hafidz Indonesia beberapa waktu lalu.
Yang kemerduan suaranya selalu membuat siapapun tergetar hatinya bahkan hingga meneteskan air mata. Yang di usianya masih dini, ia mampu menjadi seorang imam masjid di Madina.
Atau bahkan dari Masyita Putri Nasyira juga Kayla Ayunda yang kurang sempurna dalam penglihatannya, namun Allah sempurnakan dan tajamkan mata hatinya dengan cahaya Qur'an.
Ia jadikan hafalannya sebagai sarana untuk menginspirasi anak Indonesia untuk lebih mencintai Qur'an, dan mahkota emas sebagai hadiah terbaik untuk kedua orang tuanya di syurga.
Dan juga melalui kisah Fajar Abdul Rokhim, bocah kecil yanng telah menjadi seorang hafidz diusianya yang baru menginjak 4,5 tahun. Terlebih lagi dengan kondisinya yang tengah menderita cerebal palsy (lumpuh otak).
Maka dari mereka kita seharusnya belajar.
Bahwa sejatinya tiada batasan yang mampu menghalangi seseorang jika ia telah berazzam pada sebuah tujuan, seperti halnya untuk menjadi seorang hafidz dan hafidzah.
Sebab bagi mereka, cacat itu bukan fisik, melainkan hati dan lisan yang tidak bisa membaca Al-Qur'an.
Sebab menjadi hafidzah adalah proyek hidup.
Proyek hidup yang saat ini mungkin seringnya kita duakan.
Yang kerap terlupa sebab banyaknya alasan yang sebenarnya sengaja kita buat-buat.
Hingga pada akhirnya, membuat proyek besar kita hanya sampai pada batas "menyempatkan".
Tidak menjadi prioritas, hanya mendapat sisaan waktu dalam aktivitas padat kita. Allah, bimbing kami, semoga kami bukan salah satu diantaranya.
Sebab nenjadi hafidzah adalah proyek hidup.
Mega proyek yang tak kan pernah selesai dilakukan sepanjang nyawa masih bersemayam di dalam raga.
Memang benar, banyak orang yang mampu menghafal hanya dalam hitungan bulan, minggu, bahkan hari.
Namun hakikat seorang hafidzah tidak hanya terletak pada seberapa cepat ia menghafalkannya.
Sebab menjadi hafidzah adalah tentang bagaimana kita menjaganya sepanjang zaman, sedalam qalbu, dan setegar jiwa.
Sebab menjadi hafidzah adalah tentang bagaimana kau menghafalkannya dalam keadaan sulit ataupun mudah, dalam keadaan lapang ataupun sempit.
Berulang-ulang, tiada berkehabisan.
Sebab menjadi hafidzah adalah proyek hidup. Baik dikala muda ataupun tua.
Tak pernah berbatas usia.
Yang terpenting kita memulainya, menjaganya, dan bersemangat bersamanya.
Tak peduli bila harus jatuh, lupa ataupun tertinggal.
Allahummar hamna bil Quran
waj’alhu lana imaamau wa nuurau wa hudaw wa rahmah
Allahumma dzakkirna minhu maa nasiina
wa ’allimna minhumaa jahiilna
warzuqna tilaawatahu
aana al laili wa athrofannahar
waj’alhu lana hujjatan
Yaaa rabbal ‘alamiin
Oh Allah, jaga kami dengan Al-Qur'an
Oh Allah, ijinkan kami menjaga Al-Qur'an
17 Ramadhan 1439 H
Surakarta
22.37Cos Ma'arif H.L
Comments
Post a Comment