Skip to main content

SURAT 10 NOVEMBER 2013


“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawannya” Ya, sebuah quote yang tepat untuk mengawali tulisanku ini, sebagai pesan dan renungan untuk para sahabat-sahabatku, khususnya untuk diriku sendiri, agar kita bisa menjadi generasi yang lebih baik lagi.
Genap 68 tahun silam Jembatan Merah kota Surabaya menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan kita dalam mempertahankan kemerdekaan NKRI dari tangan Belanda. Pertumpahan darah dan pertaruhan nyawa telah mereka korbankan untuk Indonesia.
Kawan, pernah kah kita bertanya kepada diri kita ini, Apa yang telah kita berikan untuk negeri ini? Sudah banggakah Indonesia memiliki kita, wahai para generasi muda? Ya, dua buah pertanyaan yang sebenarnya membuat diri ini malu dengan gelarku sebagai mahasiswa. Mahasiswa sering dikenal sebagai Agent of Change. Namun sudah pantaskah kita menyandang gelar tersebut? Sebenarnya tak hanya mahasiswa saja, engkau para generasi terpelajar, para laskar cendekiawan, di pundak kitalah bangsa Indonesia menaruh harapan untuk  mewujudkan cita-cita luhur bangsa ini, melakukan perubahan untuk  bangsa ini agar ia menjadi bangsa yang besar. Begitu besar pahlawan-pahlawan kita menaruh kepercayaan kepada kita untuk melanjutkan perjuangan mereka. Namun, sejauh mana amanah ini kita emban? Seberapa banyak karya yang telah kita hasilkan?? 1000?? 100?? 10?? 1?? Atau belum ada sama sekali?? Renungkanlah kawan, tak perlulah kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan sebuah jawaban kata-kata.
2013, tak perlu lagi kita menyingsingkan lengan, mengangkat senjata untuk berperang melawan antek-antek Belanda. Peperangan kita tak lagi peperangan senjata. Namun kita harus ingat, Indonesia masih dalam belenggu penjajahan, belenggu penjajahan dengan fase peperangan yang lain, yaitu fase perang pemikiran. Taukah engakau kawan, bangsa ini sedang dijajah dengan peperangan yang terkemas rapi, hingga terkadang kita tak menyadari bahwa sebenarnya pertahanan kita telah mereka dobrak melalui celah-celah politik, ekonomi, social, bahkan budaya. Masih berdiam dirikah kita dengan keadaan bangsa ini? Tak iba kah kau dengan para nasib rakyat-rakyat kecil kita yang kian hari kian tercekik dengan ombang-ambing permainan globalisasi ini? Relakah kau bila negeri tercinta ini terus saja dikuasi oleh negara-negara adidaya itu???
Wahai sahabat, kitalah pemegang tongkat estafet kemerdekaan Indonesia. Engakau yang berstatus pelajar, belajarlah, persiapkanlah dirimu untuk berjuang menghadapi tantangan global ini. Engkau para mahasiswa, berkaryalah untuk mengangkat derajat bangasa ini dengan karya-karya di bidangmu, hingga suatu hari nanti negara kita lah yang akan menjadi negara adidaya, yang tak perlu mengimpor beras dan bahan makanan lainnya dari Negara tetangga, karna kita mempunyai sumber daya alam dan insinyur-insinyur muda di bidang pangan dan pertanian yang mampu mensejahterakan bangsa ini dari krisis pangan, gizi buruk, dan busung lapar. Hingga suatu hari nanti tak perlulah kita mengimpor alat-alat elektronik dari Jepang, Cina, dll,  karna kita mempunyai teknisi-teknisi muda di bidang elektronik dan informatika yang mampu merancang elektronik-elektronik canggih yang membuat Negara kita siap menghadapi persaingan global nanti. Hingga suatu hari nanti tidak ada bangsa Indonesia yang meninggal dunia karena rendahnya kualitas fasilitas dan tenaga kesehatan karna kita mempunyai dokter2, bidan, perawat muda yang berkualitas yang mampu menurunkan angka kematian bangsa Indonesia dan mewujudkan visi Indonesia sehat. Hingga suatu hari nanti budaya2 korea, dan budaya barat tidak lagi menggeser eksistensi budaya Indonesia, karna kita mempunyai para seniman2 muda yang mampu melestarikan dan mengembangkan budaya Indonesia hingga akhirnya budaya kita lah yang akan mejamur dan menjadi idola di Negara-negara mereka. Dan masih banyak lagi peran para generasi2 muda yang lain untuk menjadikan Negara Indonesia ini menjadi negara adidaya.
Dan satu lagi pesan special untuk para sahabat-sahabat seperjuanganku, para calon pendidik, calon guru, calon dosen. Perlu kita ketahui kawan, kita lah yang akan melahirkan generasi  insinyur2 muda itu, para teknisi, dokter, bidan, perawat, peneliti, bahkan presiden sekalipun. Kitalah tonggak awal penentu perjuangan mereka. Amanah yang sangat besar untuk melahirkan generasi-genari berkualitas seperti mereka. Namun kita juga harus ingat, peran guru tidak hanya sekedar mecerdaskan dan menjadikan mereka menjadi orang-orang yang hebat yang mempu menjadikan Indonesia ini menjadi Negara adidaya seperti yang telah disebutkan diatas. Namun hal yang paling penting dari semua itu adalah, kita jugalah pembentuk karakter mereka. Sungguh akan menjadi sebuah bencana jika suatu negeri mempunya bangsa yang cerdas namun tak bermoral dan berakhlaq. Ini adalah amanah terbesar kita, baik-buruknya akhlaq dan karakter yang dimiliki oleh generasi kita menjadi tanggung jawab besar bagi kita, para pendidik bangsa. Tanamkanlah sedini mungkin pendidikan karakter bagi mereka, pendidikan karakter yang berdasarkan agama, norma, dan akhlaq, sehingga mereka dapat menjadikan Indonesia menjadi Negara adidaya yang berkarakter dan berakhlaq.
Wahai engakau para anak bangsa, bangkit dan berkaryalah untuk untuk Indonesiaa, berjuanglah, dan jadilah motor penggerak perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Hidup Mahasiswa, Jayalah Indonesia ku!!



Surakarta, 10 November 2013
09:24
Cos Ma’arif H. L
 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...