Perputaran
waktu mengantarkan kita menuju malam pergantian tahun baru 2014. Sayangnya,
label “tahun baru” yang disandang belum sepenuhnya mendeskripsikan definisi
kata “semangat baru” baik secara etimologi maupun terminologi. Masih banyak diantara
kita yang masih terbelenggu. Mereka masih terjajah oleh kepapahan,
ketidakmampuan dan tirani kemiskinan.
Malam
ini, miris hati ini saat masih kulihat jelas dianatara euforia tahun baru ini, masih
ada saja seorang wanita yang menggedong balita mungil sembari meminta belas
kasihan pengguna jalan dengan adanya rupiah walau hanya berupa koin rupiah.
Miris sebuah hati mendengar berita-berita ketidakadilan supremasi hukum yang
semakin mengejawantahkan realitas hukum rimba, yang berkuasa maka dialah yang
menang. Miris sebuah hati mencicipi pahitnya ketidakpedulian. Ketidakpedulian
dari orang-orang kaya kepada mereka yang miskin serta kepedulian dari mereka
yang miskin untuk berusaha optimal mengkreatifkan daya kreasi sehingga tidak
menjadi sekumpulan orang pesimis dengan nurani terkikis. Miris melihat generasi
muda kita terombang-ambingkan oleh degradasi moral.
Banyaknya problematika yang dihadapi melahirkan banyak
pula pertanyaan tentang makna pergantian tahun baru. Dimana semangat baru itu
berada? Dimana perbaruan nasib rakyat kecil itu dapat ditemui? Dimana para
generasi pembaharu negeri ini? Apa disebut tahun dan semangat yang baru ketika kita
masih membiarkan banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan? Apa disebut
tahun dan semangat baru ketika masih membiarkan banyak lahan dimanfaatkan Warga
Negara Asing dengan sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali keuntungan
untuk orang pribumi? Apa disebut tahun
dan semangat baru ketika masih membiarkan kemerdekaan Indonesia hanya sebatas
simbolitas pengibaran Sang Saka Merah Putih?
Oleh
karena itu, setiap orang punya pilihan dalam mencapai dan mengisi pergantian
tahun ini dengan cara apa pun sepanjang tidak keluar dari rel hirarki. Tapi bagaimana mengaplikasikannya? Terkadang sulit tapi
bukan berarti tidak mungkin. Konsepsi
teoritis memang perlu di bangun secara apik untuk kemudian diaplikasikan secara
nyata dalam kehidupan berbangsa ini. Jangan terus berteori dengan bahasa yang
rapi dan mumpuni! Sehingga terkesan
sebagai retorika di penghujung senja, hanya sekadar retorika tidak bermakna saat
kedua jarum jam mulai meninggalkan angka 12 di malam ini sebagai simbol tahun
ini harus sudah diakhiri.
Kawanku, deretan kata ini muncul bermula dari
kekhawatiran dan kecintaan. Kekhawatiran melihat dan memikirkan bangsa
Indonesia ke depannya. Serta kecintaan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih
baik di tahun 2014 ini.
Wahai
engkau sahabat-sahabat seperjuanganku, para calon pendidik, calon guru, calon
dosen.
Kitalah
tonggak awal penentu perjuangan bangsa ini. Amanah yang sangat besar untuk
melahirkan generasi-genari pembaharu. Walaupun tak sepenuhnya kartu 2014 ditangan
kita, namun kita lah tonggak awal kebangkitan negeri ini. Ini adalah amanah
terbesar kita, baik-buruknya akhlaq dan karakter yang dimiliki oleh generasi
kita menjadi tanggung jawab besar bagi kita, para pendidik bangsa. Tanamkanlah
sedini mungkin pendidikan karakter bagi mereka, pendidikan karakter yang
berdasarkan agama, norma, dan akhlaq, sehingga mereka dapat menjadikan
Indonesia menjadi Negara adidaya yang berkarakter dan berakhlaq.
Wahai
engakau para anak bangsa, bangkit dan berkaryalah untuk untuk Indonesiaa,
berjuanglah, dan jadilah motor penggerak perubahan untuk Indonesia yang lebih
baik di tahun 2014 ini.
Selamat Tahun Baru para Pendidik Bangsa, Selamat tahun
Baru para generasi muda, Selamat Tahun Baru Indonesia, and Happy New Year 2014 for
all nation in the world J
Surakarta, 31 Desember
2013
21:58
Cos Ma’arif H. L
Comments
Post a Comment