Skip to main content

Jalan Cinta Para Aktivis


Berawal dari sebuah diskusi dengan seorang sahabat kala senja itu. Kisah tentang sebuah amanah, kisah suatu kontribusi, dan kisah klasik tentang seleksi alam untuk para aktivis mahasiswa.

Menyandang gelar aktivis, bukanlah sebuah jabatan dan kedudukan yang kita harapkan. Kita hanya ingin memenuhi janji untuk manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Ah, mungkin kita terlihat berpura-pura tak cinta harta benda, tetapi ya inilah diri kita dan perjuangan kita. Jalan ini tidak mudah. Sebuah jalan yang sampai akhirnya mempertemukan kita semua di sini. Di jalan ini kita bersama berjuang. Ah terlalu sepele jika dibandingkan para pejuang, namun kita sering menggunakan kata ini untuk membangkitkan rasa semangat kita untuk tetap berada di jalan ini.

Hanya perlu keikhlasan untuk menjalani jalan ini, keikhlasan untuk berpikir lebih, keikhlasan untuk berkorban lebih, keikhlasan untuk disakiti lebih, dan keikhlasan untuk berlapang dada lebih. Inilah yang diperlukan untuk menjalani jalan ini. Apakah jalan ini sebegitu sulit untuk dilalui? Mengapa persyaratannya begitu berat dan terlihat sangat menyakitkan? Apa balasannya?

Balasannya hanya ridhaNya. Ya, balasannya hanya itu saja. Jika kau mengharapkan lebih maka bukanlah di jalan ini tempatnya. Silakan kau cari jalan lainnya. Jika kau dapati akau mendapatkan hal- hal yang lainnya, ini merupakan bonus. Setelah lelah dan letih seharian menjalankan sebuah kegiatan, bonusnya tak lebih nasi bungkus untuk makan siang atau makan malam. Anehnya, setelah kegiatan itu berlangsung kita merasakan senang dan bahagia, padahal setelah kegiatan itu kita harus kembali lagi menjadi mahasiswa, diterjang oleh beberapa tugas-tugas dan ujian-ujian mata kuliah. Kadang kala kita harus memutar otak bagaimana semua tugas-tugas itu dapat dikerjakan dengan baik, namun amanah di organisasi juga berjalan dengan optimal. Mereka tidak tahu kalau kita harus berjuang untuk nilai akademik, sembari harus memikirkan program-program kerja yang telah disusun, dan kembali mengerjakan tugas-tugas di sepinya malam yang terkadang bayang-bayang amanah organisasi juga tak henti-hentinya menggelayut di fikiran kita sebagai teman disela-sela tugas kuliah tersebut. Belum lagi terkadang amanah organisasi kita pun juga harus bersanding dengan tugas kita yang lain, tugas kita menjadi anak bagi orang tua tercinta, dan teladan selaku kakak bagi adik-adik kita. Semuanya harus berlangsung di waktu yang bersamaan, hingga terkadang aku berpikir bahwa kita menggadaikan masa muda kita dengan perjuangan ini. Sungguh perjalanan ini sangat melelahkan.

Bahkan ketika orang-orang di sekitar kita pun tidak mengharapkan, tetapi masih saja kita terus tetap berada di jalan ini. Tidak sedikit mereka mencemooh diri kita. Banyak yang berkata ini hanyalah pelarian dari akademik yang buruk. Banyak pula yang berkata ini adalah manuver agar kita terkenal dengan cepat. Atau yang lebih menyakitkan lagi banyak yang berkata bahwa kita hanyalah sekelompok orang-orang yang kurang kerjaan, melakukan diskusi mengenai hal-hal yang dianggap tak penting, melakukan advokasi sana-sini, sok sibuk cari tanda tangan dosen, dekan, dan rektor, sok jadi orang penting yang harus meloby orang-orang penting untuk menjadi pembicara pada suatu event yang kadang mereka anggap membosankan, bahkan bersorak sorai turun di jalanan yang kadang membuat sebagian orang berfikiran negatif pada citra para mahasiswa.  Sungguh miris, buakan? Ya, namun lagi-lagi, kita tetap memilih untuk bertahan di jalan ini, bertahan tanpa sebuah bayaran dan hanya atas dasar cinta untuk melakukannya.

Matematika kita sungguh membingungkan, siapa diri kita dan siapa mereka. Kita tidak terhubung dengan ikatan darah, namun mengapa kita memperjuangkannya, memikirkannya, mau bersusah payah, dan membantunya? Dan lantas apa yang kita dapatkan? Kita hanya tersenyum jika pertanyaan itu terlontar. Sungguh matematika yang sangat membingungkan.

Tetapi kawan, entah mengapa tetap saja kita memilih jalan ini. Aku pun sempat bertanya kepada diriku mengapa jalan ini yang kupilih. Jawabannya karena cinta! Ya, karena cinta sehingga kita saling terhubung dalam jalan ini, dengan ikatan atas nama cinta untuk tetap terus bersama. Emas menggunung dan mahkota bertahtakan berlian pun tidak akan sanggup membayar ini semua. Aku menyebutnya jalan cahaya, di mana jalannya yang panas, dan aku berharap ada angin surga yang berhembus untuk sekedar menyejukkan hati ini. Dan satu hal yang selalu aku yakini, aku tahu bahwa kita ternyata sedang dijaga oleh-Nya dari perbuatan-perbuatan sia-sia, dari perbuatan-perbuatan yang justru akan menambah dosa.

Kawan, seperti yang seringa ku tuliskan pada tulisanku terdahulu, bahwa bangsa ini telah menyematkan gelar "Agent of Change" pada setiap pundak mahasiswa. Sebuah gelar yang seharusnya dapat kita pertanggungjawabkan untuk negeri ini. Anggaplah ini sebagai wujud nyata pengabdian kita untuk negeri yang telah membesarkan kita hingga detik ini

Bekerja di saat yang lain terlelap, bersemangat di saat yang lain mengeluh. Berteriak di saat yang lain diam, dan berlari di saat yang lain berjalan. Angkuhnya kita sering bersuara bahwa jalan inilah yang sangat membutuhkan kita. Namun ternyata kawan, kitalah yang sebenarnya membutuhkan jalan ini untuk merasakan anginnya berjuang… Mari Belajar Merawat Indonesia… Kitalah yang membutuhkan jalan ini untuk senantiasa saling terhubung, dalam ikatan yang disebut dengan persaudaraan.

Memang terkadang lelah dan jenuh itu sering menghinggapi. Namun, aku tahu pasti kita akan selalu ada untuk saling menggenggam tangan, untuk memberikan sandaran, untuk memberikan senyuman kehangatan, dan belaian lembut untuk menghapus air mata ini, serta memberikan cinta penawar setiap luka. Ingatlah, kita adalah insan pilihihan yang dipercaya untuk mengemban setiap amanah yang telah kita emban. Karena amanah tak akan pernah salah memilih pundak untuk bersandar. Inilah jalan kita, jalan cahaya penuh cinta, berjuang bersama “Belajar Merawat Indonesia”…  

Jika ada seribu orang yang berjuang di lini terdepan suatu pergerakan, maka aku satu diantaranya 
Jika ada seratus orang yang berjuang di lini terdepan suatu pergerakan, maka aku satu diantaranya
Jika ada sepuluh orang yang berjuang di lini terdepan suatu pergerakan, maka aku satu diantaranya
Jika hanya satu orang yang berjuang di lini terdepan suatu pergerakan, maka saksikanlah, bahwa itulah adalah AKU

Surakarta, 04 Juni 2014
21:29
Cos Ma’arif H. L


 


Comments

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...