Skip to main content

Pemimpin Ideal itu...



Seorang pemimpin yang paling penting integritas harus beres.
Kita membutuhkan pemimpin yang trus menerus menegakkan kebenaran
Rakyat butuh figur baru yang selalu optimis, gak banyak berkeluh kesah
Bukan yang bertingkah palsu dan yang ingkar janji, dan yang tidak tidak tahu diri
Seberat apapun masalah bangsa itu bisa diatasi
Pemimpin itu mendobrak keadaan bukan mengkokohkan kemapanan
Pemimpin bangsa harus pelan-pelan menebas para koruptor
Ya tentu saja harus punya ketegasan menebas para koruptor, menegakkan hukum tanpa syarat pada siapapun. Semuanya demi bangsa !

Berbicara mengenai seorang pemimpin, pasti kita akan teringat pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori, "Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang di pimpinnya, Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atasnya. Seorang hamba sahaya adalah penjaga harga tuannya dan dia bertanggung jawab atasnya. (HR Bukhori).

Tapi sepertinya untuk tulisan edisi kali ini, mungkin akan lebih seru kalau kita kerucutkan lagi pada topik yang lebih spesifik kali yaa. Lagi pula untuk pembahasan mengenai amanah pada setiap diri individu yang notabene menyandang gelar pemimpin sudah pernah saya jabarkan panjang lebar di tulisan saya sebelumnya. Mengingat 2014 ini merupakan tahun (yang katanya) akan ada pesta rakyat yang dinanti-nantikan kedatangannya, so untuk tulisan kali ini saya akan membahas lebih detail mengenai seluk beluk figur seorang pemimpin bangsa “versi Cosma”. Ingat, ini versi Cosma! Kalo beda sudut pandang, mohon dimaklumi yaa! Emm, tapi kalau untuk memberi kritik dan saran yang membangun, boleh-boleh aja kok ;)

Ok, kita masuk ke pembahasan. Diawal tulisan ini sengaja saya tuliskan penggalan lirik dari Lagu “Aiyyaa”. Entah kenapa suka banget sama lagu itu. Ya, disana digambarkan beberapa kriteria seorang pemimpin yang ideal untuk memimpin suatu bangsa. Pemimpin itu harus punya integritas yang baik, selalu menegakkan kebenaran, selalu optimis, tidak banyak berkeluh kesah, tidak bertingkah palsu dan suka ingkar janji, mampu mendobrak keadaan dan tak hanya mengokohkan kemapanan, serta punya ketegasan menebas koruptor tanpa berpihak pada siapapun. Waw, keren yaa. Andai saja pemimpin dengan kriteria tersebut tidak sebatas retorika bagi para pemimpin kita, saya jamin Indonesia telah menjadi negara yang besar, bermartabat, dan negara yang tak dipandang sebelah mata oleh dunia.

Kalau si penciptalagu tersebut punya versinya sendiri mengenai kriteria ideal untuk bangsa ini, ditulisan saya kali ini saya akan menambahkan kriteria seorang pemimpin yang idel “versi Cosma”. Apa saja kriterianya? Let’s check this out!

1.        Seorang muslim yang selalu menggunakan hukum Allah
Eiits, mohon maaf sebelumnya, untuk poin yang pertama ini sudah paten, tidak dapat diganggu gugat! Mohon maaf dilarang meyanggah yaa, toh ini kan sebatas versi Cosma :D
Oke, mengapa poin pertama ini saya patenkan dan tidak dapat diganggu gugat? Karena sebagai seorang muslim, Allah telah dengan jelas melarang untuk mengambil pemimpin dari golongan Nasrani dan Yahudi, hal tersebut sebagaimana ayat berikut: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (Qs : 5 : 51)
Namun perlu diingat, yang dimaksud dengan muslim diatas, sebenarnya tidak hanya orang yang sebatas memiliki status Islam di KTP saja. Namun yang terpenting adalah pemimpin tersebut harus senantiasa menggunakan hukum yang telah di tetapkan oleh Allah.
"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir..." (Qs :5:44)
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim..." (Qs: 5 45)
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.." (Qs: 5 :47)
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?". (Qs : 5 :50)

2.        Profesional
Karena tulisan saya masih akan berlanjut sangat panjang, jadi pembahasan untuk poin ini singkatnya seperti ini, seperti yang telah diriwayatkan oleh Baihaqi dalam sebuah hadits: "Sesungguhnya Allah sangat senang pada pekerjaan salah seorang di antara kalian jika dilakukan dengan profesional" (HR : Baihaqi).
Jadi intinya, seorang pemimpin harus mampu membedakan setiap hal dan permasalahan yang menyangkut dalam diri pribadinya dengan permasalahan yang menyangkut dengan kepentingan umatnya, dan janganlah mencampuradukkan antara keduanya.

3.        Kuat dan amanah
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya." (Qs : 28: 26).
Lalu apa hubungannya seorang yang bekerja (pada kita) dengan pemimpin? Pada dasarnya seorang pemimpin merupakan seorang yang bekerja pada kita (rakyat). Apalagi Indonesia menganut sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Jadi bisa dikatakan bahwa sebenarnya rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Bisa diibaratkan seperti bos lah. Oleh karena itu, jika ditijau lebih jauh lagi, justru para pemimpin-pemimpin itulah yang seharusnya mengabdikan dirinya pada kita (read: rakyat) *ehh, mentang-mentang jadi rakyat, nggaya bener :D

4.        Tidak meminta jabatan, atau menginginkan jabatan tertentu
Kalau untuk poin yang satu ini, saya teringat pada sebuah statement seorang sahabat yang mengutarakan pendapatnya mengenai kepemimpinan pada sebuah diskusi mata kuliah kewirausahaan. “Disaat kita memilih seorang pemimpin, sebaiknya kita jangan memilih seseorang yang sama sekali tidak mau menduduki jabatan untuk menjadi seorang pemimpin, tapi jangan pula memilih orang-orang yang terlalu menginginkan mendapatkan sebuah jabatan sebagai sseorang pemimpin, pokoknya yang biasa-biasa ajalah". Ya kira-kira inti kalimatnya gitu deh.
Selain itu juga disebutkan dalam sebuah hadits, “Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada seseorang yang memintanya, tidak pula kepada orang yang sangat berambisi untuk mendapatkannya" (HR Muslim).
Kalau menurut opini saya, saya pun juga setuju dengan kalimat tersebut. Karna apa? Bagi orang yang tidak menginginkan jabatan sama sekali dan benar-benar tidak mau untuk dijadikan seorang pemimpin, dikhawatirkan saat ia menjalankan amanahnya sebagai seorang pemimpin, ia tidak menjalankannya secara maksimal. Hal tersebut dapat terjadi karena amanah tersebut dirasakan sebagai paksaan dan tekanan dari pihak luar, sedangkan dari dalam dirinya tidak ada sedikitpun hasrat untuk memimpin, sehingga dalam menjalankan amanahnya pun ia akan setengah hati dan tidak maksimal.
Sementara itu, bagi orang-orang yang terlalu menginginkan jabatan sebagai seorang pemimpin, dikhawatirkan ada niat yang berbeda dari dalam dirinya. Bukannya su’udzon, tapi yang namanya manusia pada hakikatnya memang merupakan makhluk yang bernafsu, salah satunya nafsu jabatan. (haallah bahasanya :p) Kalo emang niatnya baik untuk memakmurkan rakyat sih ya Alhamdulillah, monggo-monggo saja. Tapi kalau dengan jabatan yang ia dapatkan justru menjadi alat untuk mennyelewengkan kekuaasaan dan amanahnya bagaimana coba? Karena dibalik keinginan yang tinggi untuk meraih sesuatu, pasti ada motif yang tinggi pula di baliknya, jika itu bukan motif positif, pastilah itu motif negatif. (Ya iya laaahh -_-).
Jadi kesimpulannya, jika dilihat dari sudut pandang motif calon pemimpin tersebut, carilah yang memiliki motif yang wajar-wajar saja.Tidak terlalu acuh dan tak mau tahu, namun juga jangan yang ngebet-ngebet banget jadi pemimpin :P
Namun selain dilihat dari segi motif, ada permasalahan lain yang berkenaan dengan motif bila diimbangkan dengan kualitas, kemampuan, dan kapabilitas pemimpin tersebut. Dan pertanyaannya adalah, bagaimana jika didalam negeri / kelompok tersebut terdapat orang yang sangat kompeten namun benar-benar tidak mau jika harus dicalonkan menjadi seorang pemimpin, namun disis lain ada orang yang kurang kompeten namun ia mau untuk menjadi seorang pemimpin? Nah, pilihan yang sulit kan?
Kalau menurut hemat saya, lebih baik memilih orang yang kurang kompeten namun ia mau untuk dicalonkan menjadi pemimpin. Mengapa saya berpendapat demikian? Karena menurt saya, ketika kita memiliki seorang pemimpin yang kompeten, namun ia tidak memiliki hasrat dan kemauan untuk memimpin. Jika ditengah masa jabatannya pemimpin tersebut benar-benar merasa jenuh dengan jabatannya, (karena sedari awal memang tidak ada kemauan dari dalam dirinya untuk menjadi seorang pemimpin) sehingga ia memutuskan untuk bersikap acuh terhadap amanah yang sedang diembannya, tentu semua anggota pun akan merasa kehilangan arah karena tak ada seorang pemimpin yang mengomandoi keberjalanan pemerintahan mereka untuk mencapai sebuah tujuan.
Hal ini berbeda ketika memutuskan untuk memilih seorang pemimpin yang kurang memiliki kompeten, namun ia mau untuk dicalonkan sebagai seorang pemimpin. Dalam sebuah sistem pemerintahan, pemimpin memang memiliki peran yang penting dalam memberi komando pemerintahan, namun perlu diingat, kualitas seorang pemimpin bukanlah satu-satunya faktor kekuatan yang menentukan kesuksesan sebuah sistem pemerintahan. Namun kualitas tiap-tiap anggota pun juga memiliki andil dan peran yang penting dalam menentukan kesuksesan sebuah sistem. Sehingga, tidak terlalu menjadi masalah yang besar jika kita mempunyai pemimpin yang kurang berkompeten. Asalkan dia “amanah” dan “selalu berusaha memberikan kemampuan terbaiknya”, dengan diimbangi peran yang luar biasa dari para anggotanya, keberjalanan dan kesuksesan sebuah pemerintahan pasti tetap akan tercapai.
Sehingga dapat disimpukan bahwa, jika tidak ada lagi kandidat, dan dikhawatirkan tugas kepemimpinan akan jatuh pada orang yang tidak amanah dan akan lebih banyak membawa modhorot daripada manfaat, maka kepemimpinan dapat diberikan kepada orang yang tidak terlalu kompeten namun memiliki semangat untuk membawa perbaikan yang besar untuk negeri ini, dengan catatan bahwa amanah kepemimpinannya harus  dilakukan dengan:
1. Ikhlas
2. Amanah
3. Menyebabkan terjadinya bencana jika dibiarkan jabatan itu diserahkan kepada orang lain

NB:  Kalau untuk poin ini, saya justru minta pendapat. Karena khusus pembahasan ini, terutama kasus yang terakhir pada poin ini pasti ada berbagai macam opini dari teman-teman. Jadi, boleh deh kalo ada yang mau share pendapat tentang kasus ini. Dan mohon maaf jika ada perbedaan sudut pandang. Kebenaran hanya milik Allah, Allahhuma bi shawwab :)

5.        Tidak aji mumpung karena KKN
 Rasulullah SAW, "Barang siapa yang menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada orang yang lebih Allah ridhoi, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang mukmin". (HR Al Hakim).
Umar bin Khatab; "Siapa yang menempatkan seseorang pada jabatan tertentu, karena rasa cinta atau karena hubungan kekerabatan, dia melakukannya hanya atas pertimbangan itu, maka seseungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin".
Naah, sudah jelas kan penjelasannya, tidak usah dijelaskan panjang lebar lagi yaa :)

6.        Visioner
Pemimpin yang baik memiliki visi dan pandangan jauh kedepan. Pemimpin yang baik tahu di mana tujuan untuk menuju visi yang sama yang mereka miliki untuk kehidupan mereka, komunitas, atau bahkan suatu bangsa. Mereka tidak hanya melihat dan menyelesaikan masalah terhadap hal-hal apa telah terjadi, namun juga melakukan terobosan dan tindakan yang revolusioner untuk menciptakan hal-hal yang dapat meningkatkatkan taraf hidup bangsanya
.
7.        Integritas
Pemimpin yang baik itu memiliki integritas. Hal itu berarti mereka mengatakan apa yang mereka maksud, dan melakukan apa yang mereka katakan. Mereka adalah orang-orang yang menepati janji dan mereka tidak memainkan permainan topeng politik yang banyak orang lain lakukan. Dengan demikian, orang-orang akan dapat memberikan kepercayaannya bagi para pemimpin tersebut untuk memimpin mereka.

8.        Perhatian
Ciee perhatian. Memang, seorang pemimpin memang harus memiliki perhatian yang besar untuk orang-orang yang dipimpinnya. Mereka memahami dan memiliki tujuan untuk mengejar visi ke depan, namun akan terus-menerus melihat ke belakang dan merawat orang-orang yang mengikuti mereka. Mereka bukan orang-orang egois yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri, tidak mengagung-agungkan kemewahannya untuk ia nikmati seorang diri, dan yang terpenting  mereka memiliki hati untuk dapat merasakan kondisi dan keadaan orang-orang di bawah mereka juga.

9.        Bijaksana, Cerdas, Tangguh, Gigih, Berani
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bijak dan cerdas. Menjadi seorang pemimpin pasti ada saatnya ia harus mampu mengampil sebuah keputusan yang cerdas lagi bijak. Hal ini berarti seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan yang tepat, serta sebisa mungkin tidak merugikan pihak lain. Membuat suatu keputusan memang terkesan mudah, namun sejatinya membuat keputusan merupakan hal yang sulit, karena suatu keputusan yang tepat sangat penting dalam memastikan keberhasilan sbuah tujuan yang hendak dicapai.
Seorang pemimpin juga harus tangguh. Pemimpin yang baik sangat tangguh dan gigih dalam mengejar tujuan mereka. Sementara kebanyakan orang mudah terganggu atau putus asa, pemimpin yang baik mendisiplinkan diri mereka untuk tetap fokus dan tetap stabil meskipun dalam keadaan yang sulit. Pemimpinlah yang nantinya akan menjadi penopang bagi yang dipimpinnya ketika mereka merasa lelah dalam langkahnya, karena pemimpin itu akan selalu membawa obor semangat dari dalam jiwanya untuk bisa membakar kembali semangat-semangat perjuangan rekannya yang nyaris redup.
Berani, Winston Churchill mengatakan bahwa keberanian adalah keutamaan di mana semua sisa kebajikan orang lain. Ya, seorang pemimpin harus berani dalam setiap mengambil keputusan dan melakukan tindakan. Walau  terkadang seorang pemimpin harus berteman pada sebuah ketidakpastian terhadap apa yang akan diusahakannya, pemimpin harus tetap berani mengambil sebuah konsekuensi demi melakukan sebuah perubahan yang lebih baik. Berani walau harus dicaci, berani walau di berani walau hanya bertahan seorang, bahkan berani walau terhianati. Asalkan ia berada pada jalan kebenaran, tak perlu ada yang ditakuti. (Selain Allah :D)

Ya, kira-kira begitulah kriteria pemimpin ideal “versi Cosma”. Sebenarnya dari tiap-tiap poin masih pingin saya jabarin lebih panjang lagi sih, tapi berhubung saya sudah ngantuk, tangan sudah kriting, dan jumlah halaman yg sudah terlalu banyak, yaa sudahlaah… Oya, sebenarnya juga ada dua poin lagi yang sepertinya masih tertinggal, tapi saya lupa. Lain waktu kalau sudah ingat akan saya tambahkan deh.
Hmm, sepertinya sudah panjang sekali tulisan saya ini. Kalau begitu saya akhiri sampai disini saja yaa. Jika ada tulisan yang kurang berkenan mohon dimaafkan. Semoga bermanfaat.
Ingat, Jangan GOLPUT! Semarakkan Pesta Rakyat Indonesia 2014. 5 menit untuk 5 tahun Indonesia lebih baik. Buka mata buka hati untuk mencari pemimpin terbaik untuk bangsa dan negeri ini. Selamat Memilih!!! ^_^  

Surakarta, 03 Juni 2014
00:50
Cos Ma’arif H. L


Comments

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...