Skip to main content

FABIAYYI 'AALAAI RABBIKUMAA TUKADZ-DZIBAAN



Apakah kita masih ingat, bahwa dalam setiap keping uang yang kita banggakan ada hak orang lain?

Berawal dari cerita yang tlah lama ku tahu dari seorang kawan.. Hari ini benar-benar ku saksikan sosok itu. Sosok kakek yang menyambung hidup lewat kantong-kantong kacang rebus yang ia jual di pinggir jalan. Berhadapan langsung dengan aspal yang sejajar dengan tempat ia duduk. Beratap pohon rindang saja. Mungkin bisa dibilang ia seperti orang yang kurang kerjaan. Ia gelar dagangannya pada selembar karung beras yang sudah using dan ditatapnya kantong-kantong kacang itu sembari jongkok layaknya seorang peminta.

Tidak banyak yang ia jual, mungkin hanya tiga puluha-an kantong saja dengan harga 2000 rupiah per kantongnya. Saat ku coba mendekatinya, dia bilang “tumbas limo (beli lima)?” Kulihat, ada harapan besar yang memanjar dari mata rabunnya. Saat ku iya-kan entah apa yang berbuncah dalam hatinya. Tapi perasaan itu dapat aku rasakan. Rasa syukur dalam mulut yang telah rontok sebagian giginya. Tangannya begitu gemetar membukakan plastik untuk lima kantong yang ku beli bersama kawan ku.

Sepanjang jalan menuju kampus, aku terus saja mengumbar seribu tanya tentang kehidupan kakek penjual kacang tadi.. Di usianya yang telah senja, ia masih saja mencari nafkah “sebisanya”. Berbeda jauh dengan mereka yang hilir mudik seharian sambil menengadahkan tangan dari sudut satu ke sudut lainnya, dari gedung satu ke gedung lainnya. Andai kalian tahu, si penjual kacang rebus jauh lebih tua dari semua pengemis di kampus pusat yang sering aku temui ketika ada agenda disana atau sekedar berkunjung ke Rumah Satu Hati.

Apakah hati kita berbeda dengan kakek itu? Atau mungkin semangat kita berbeda? Yang pasti kita terlampau jauh untuk jadi anaknya. Setidaknya mungkin sederajat dengan cucu. Namun hebatnya, ia tak pernah ragu atas rezeki allah untuknya, lewat kantong-kantong kacang yang ia jual dari hasil yang halal, yang penuh berkah bagi siapa yang memakannya.

Sepulang kuliah, nampaknya aku telah rindu lagi padanya. Wajah yang teduh nan sejuk bagiku. Aku membeli beberapa bungkus lagi untuk keperluan konsumsi aebuah agenda hari ini. Satu hal yang membuatku diam seribu kata. Ialah saat ia menuturkan bait-bait doa padaku, saat tangan kanannya merengkuh tanganku dan tangan kirinya menengadah sembari berkata “mugo-mugo diparingi sehat, slamet, panjang umur, sekolah sing pinter (semoga diberikan sehat, selamat, panjang umur, sekolah yang baik biar jadi anak pintar)”. Aku pun sekejap meng-amini-nya.

Dalam perjalanan menuju rumah, hatiku sesak. Sesak karna tak kuasa menahan tangis.. Betapa tidak, kakek itu bahkan jauh lebih tua dari kakekku sendiri. Di usianya yang seharusnya ia gunakan untuk bahagia bersama anak-cucu-buyutnya justru ia habiskan untuk memungut rupiah-rupiah yang tak mesti kapan datangnya. Bahkan karena kulit keriputnya yang pekat seperti tanah yang ia injak, tanpa tulisan ataupun penanda, sedikit orang yang tau kalau di bawah pohon itu bersemayam manusia renta. Gerimis yang jatuh mungkin bisa menjatuhkannya pada sakit atau mungkin dagangannya yang tak laku. Atau mungkin lagi, ia tetap berjualan dengan payung tua yang ia letakkan di samping tempat duduknya. Padahal, seharian baru terjual sepuluh bungkus saja, itu berarti hanya aku dan temanku saja yang membelinya.

Aku tak tau harus menggambarkannya sepertia apa. Teramat pilu dan penuh haru. Yang jelas, untuk kalian yang sempat membaca catatan ini ku titipkan satu nama pada kalian. Doakan layaknya kakekmu sendiri. Semoga di masa penantiannya, allah selalu melapangkan hatinya, menguatkan pijakan kakinya dan meneguhkan niat tulusnya. Contohlah ia sebagai jiwa yang pantang meminta. Jadikanlah ia sebagai pengingatmu untuk selalu “berbagi kepada sesama”

Suatu saat ketika kau berjumpa dengannya, ku pastikan kau akan mendapatkan jabat tangan orang paling teduh yang bukan siapa-siapa dari bagian hidupmu, orang yang begitu menghargai hidup, orang yang teramat tahu bahwa “allah maha kaya” dan akan allah tebarkan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.

Surakarta, 09 November 2014
21:23
Cos Ma’arif H. L

Comments

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...