Kebahagiaan adalah sesuatu yang
diharapkan dalam hidup. Bahagia dapat dirasakan ketika kita tenang, damai,
puas, bersemangat dan memperoleh cinta. begitulah orang mendefinisikan
kebahagiaannya masing- masing. Boleh dikata kalau kebahagiaan setiap orang didapat
dengan cara yang berbeda. Mengapa berbeda? Karena setiap orang memiliki selera,
perasaan, dan pandangan hidup yang berbeda.
Kapankah seseorang merasa bahagia?
Ketika ia mendapatkan sesuatu yang
ia harapkan. Ya, ketika harapan manusia terwujud dengan baik. Misalkan
mendapatkan perhatian, mendapat nilai memuaskan, mendapat pujian, hadiah, dan
pencapaian lain yang bisa membuat kita puas. Namun ada pula seseorang yang
bahagia ketika ia dapat membagi kebahagiaannya dengan orang lain. Memang
bahagia itu hal yang subyektif dan sulit untuk ditebak. Lalu bagaimana kita
mampu menebak kebahagiaan orang lain? Tentunya itu bukan hal yang mudah ketika
orang tersebut tidak mengungkapkannya secara langsung kepada kita.
Ada yang terkadang berkata: “ kasian
banget ya dia, hidupnya susah, miskin, dan pekerjaannya tiap hari cuma jahit
sepatu dipinggir jalan”. Apakah bisa orang lain menilai demikian? Tentulah
tidak, salah bila kita dapat menilai demikian. karena bahagia itu adalah
perasaan dan orang itu sendiri yang bisa merasakannya. Apakah harus seseorang
itu kaya agar bisa bahagia?. Orang miskin yang bersyukur memiliki keberkahan
yang luar biasa bagi harta dan jiwanya dan jauh lebih bahagia daripada orang
kaya yang tidak pernah bersyukur. Takaran bahagia pada setiap orang berbeda,
maka tidaklah bisa kita menilai kebahagiaan seseorang hanya dengan melihatnya
saja.
Mengapa orang ingin meraih
kebahagiaan di dunia?. Sebagian orang menganggap kebahagiaan adalah kunci dari
nilai kemakmuran seseorang. Siapalah yang tidak ingin hidup dengan makmur?. “bekerjalah
seolah- olah kamu akan hidup selamanya di dunia”. Jadi tidaklah mungkin
kita tidak mau mencapai kemakmuran itu agar dapat bertahan hidup dengan layak
di dunia. Namun perlu diingat bahwa kebahagiaan dunia bukanlah segalanya,
begitu banyak pesona dan pernak pernik dunia yang membutakan mata kita
mendefinisikan arti kebahagiaan tersebut. Dunia itu fana, disini kita hanya
sementara. Sedangkan bahagia di JannahNya adalah kekal. Lalu apakah ada yang
lebih penting yang harus dikedepankan untuk mendapatkan kebahagiaan yang
sesungguhnya, kebahagiaan yang sejati, kebahagiaan di JannahNya?.
Ada. Ada yang lebih penting yang
harus kita kedepankan daripada mencari kebahagiaan. Hal penting yang harus kita
jaga yakni “Ridho Allah SWT terhadap kebahagiaan kita” alias bagaimana cara
kita meraih kebahagiaan tersebut.
Ketika kita merasa bahagia,
pernahkah kita ingat bagaimana Allah meridhoi kebahagiaan kita?. Misalkan
seseorang yang dapat hidup mewah dengan uang hasil korupsi, dia bahagia, tapi
apakah Allah ridho terhadap kebahagiaannya?. Adapula seorang perempuan yang
dapat meraih cinta seseorang lelaki yang sudah beristri. Naudzubillahhimindzalik.
Begitulah dunia telah membutakan mata hatinya untuk mendefinisikan makna
kebahagiaan, hingga yang didapatnya hanyalah kesemuan. Mencari kebahagiaan semu
itu mudah, kita menghabiskan waktu dan uang untuk shoping, makan, hura- hura,
itu semua adalah kebahagiaan semu yang dapat hilang sesaat. Adapun Allah
mungkin sengaja membiarkannya merasakan kebahagian tersebut karena Allah
membiarkannya dalam kesesatan yang nyata, Karena Allah sudah “jengkel”
dengannya hingga tak mau memperingatkannya lagi.
Orang yang sudah tahu tujuan dia
hidup dan untuk apa dia hidup, maka dia tidak akan pernah berfikir bahwa dia
akan hidup selama-lamanya di dunia. Dia juga tidak mungkin berfikir untuk bisa
hidup hanya dengan tangannya sendiri tanpa ada peran “tangan Tuhan” dan juga
manusia yang lainnya. Dia juga tak akan mungkin berfikir hidup untuk hidup
semata, tapi dia akan berfikir untuk meraih hidup di dunia demi kehidupan yang
kekal abadi nanti di akhirat.
Itulah makna do’a “sapu jagat” yang
selama ini oleh seorang muslim sering di baca ” Rabbanaa Aatinaa fiddunyaa
hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa kinaa adzaaban naar“. Substansi
pokoknya adalah terciptanya “hasanah fiddunya, hasanah fil akhirat”
baik keadaan hidupnya di dunia dan baik pula keadaan hidupnya kelak di akhirat.
Dengan memahami philosofi hidup
tadi, maka kita akan sampai pada makna kebahagiaan yang sesungguhnya, dan jika
terjadi situasi ketidakbahagiaan maka hal itu semata-mata karena terdapatnya
situasi yang sebaliknya dalam pandangan, dan perilaku kehidupan sehar-harinya
itu.
Kita lihat makna bahagia menurut
Al-Qur’an ” Qad Aflaha man tajakka, wa dzakarasma rabbihi fashalla“,
pasti bahagia orang yang membersihkan (diri, hati, harta), yang selalu
mengingat Tuhannya, lalu dia shalat.
Kebahagiaan yang sejati memang tidak
didapatkan dengan mudah. Karena kebahagiaan yang sejati datang pada orang yang
mampu bersyukur, ikhlas, Qona’ah, dan mengedepankan ridho Allah diatas
kebahagiaan lain. Kebahagiaan sejati datang dari Allah, dia merasakannya ketika
ia dapat bahagia dan merasa tenang karena Allah meridhoi perbuatannya untuk
meraih kebahagiaan itu. Dan bila apa yang ingin diraihnya belum dapat
membuahkan hasil, ia tetap bersyukur dan kembali ikhlas untuk tetap berusaha
dijalan Allah.
Kita masih perlu membuka mata dan
belajar untuk mengerti apa yang Allah ridhoi untuk kita. Semuanya telah ada
dalah Al-Qur’an yang sempurna dan Al-Hadits. kita perlu membuka mata, dalam
Al-Qur’an disebutkan :
“ merekalah yang mendapat
petunjuk dari Allah dan mereka itulah orang- orang yang beruntung ” (QS.
Al- Baqarah: 5). Orang yang beruntung bukanlah orang
yang bahagia di dunia. Namun mereka yang bertakwa, yang mendapat ridho dari
Allah SWT.
“Dan sifat-sifat baik itu tidak akan
dianugerahkan kecuali kepada orang- orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
kecuali kepada orang- orang yang mempunyai keberuntungan yang besar”. (QS. Al-
Fussilat : 35). Allah tidak menganugerahkan
ketakwaan itu begitu saja, kitalah yang harus berusaha menjadi golongan orang-
orang yang beruntung itu.
Nabi Muhammad Saw bersabda, “perbuatan-perbuatan
baik akan melapangkan jalan bagi kebahagiaan dan perbuatan-perbutan buruk akan
melapangkan jalan bagi ketidakberuntungan.”
“maka siapa yang (suka) memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, serta membenarkan adanya pahala yang
terbaik, kami sungguh memudahkan baginya jalan menuju kebahagiaan”. (QS Al Lail
[92] 5-7).
Suhanakallahumma wabihamdika asyhadu
alla illa ha illa anta, astaghfiruka wa atubu illaih.
Surakarta, 27 Maret 2014
hampir kayak draft gue --" , nantikan di publish yaaa hahihiii ^^
ReplyDeletebelum berani baca, sebelum draft ke publish hehee....
BAGUSSS
ReplyDeleteAyoo, kalo gitu segera di publish, ntar gue baca deh :D
ReplyDeleteblog mu apa?
Makasihh :)
ReplyDelete