Hidup adalah sebuah proses, maka jadilah seorang pemimpin yang
terlahir dari sebuah proses kehidupan. Ya,
itulah salah satu motto hidup favoritku. Quote tersebut lahir saat masa-masa orasi dulu, kurang lebih
satu tahun yang lalu lah. Banyak temanku yang bertanya apa sih maksud dari
motto hidupku tersebut. Soalnya setiap aku menyebutkan qoute tersebut, aku selalu berkata “Quote tersebut tidak
hanya bermakna seperti apa yang tersurat lho, tapi makna yang juah lebih
penting adalah makna tersirat dari
pernyataan tersebut”. Tersirat?? Ya, quote tersebut awalnya aku buat khusus
saat seseorang akan menjadi seorang pemimpin. Kalo dulu sih kasusnya jadi
pemimpin organisasi.
Sahabat, kalau kita cermati lebih lanjut ternyata yang dimaksud seorang pemimpin itu tak hanya orang yang memimpin suatu organisasi, instansi, kelompok, kaum, atau sejenisnya. Bahkan setiap dari kita adalah pemimpin. Minimal ia akan menjadi memimpin bagi dirinya sendiri.
Tak ada seorang pemimpin hebat yang terlahir tanpa sebuah proses. Misalnya,
untuk menjadi seorang pemimpin organisasi yang baik, ia harus terlebih dahulu
berproses dalam organisasi tersebut. Walaupun awalnya hanya sebagai staff,
namun dengan menjadi bagian dari organisasi tersebut lah ia memulai berproses.
Dan selama proses itulah ia akan mengetahui SWOT nya ( Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats), sehingga jika nantinya ia menjadi pemimpin untuk
organisasi tersebut, ia akan dapat melakukan langkah yang tepat untuk
membangaun organisasi tersebut. Dan sebetulnya sih, penilai terbaik dari proses
kita ya sahabat-sahabat kita disana. Karena apa? Karena yang dapat melihat
sebaik apa kita berproses adalah mereka, bukan diri sendiri. Jadi, sebenarnya
jika kita baik dalam berproses, tidak perlulah kita mengajukan diri untuk
menjadi seorang pemimpin, jika kita dianggap mampu maka pastilah mereka yang
akan memberikan amanah tersebut tanpa kita yang memintanya. Karena sebenarnya
sahabat-sahabat kita akan jauh lebih tahu apakah kita pantas untuk mengemban
amanah menjadi pemimpin di organisasi tersebut atau tidak. Hmm, tu kan jadi
melenceng dari niat awal tujuan menulis.
Oke kalau begitu langsung saja kita membahas mengenai masalah
pemimpin kehidupan ya, kalau masalah pemimpin organisasi mungkin bisa kutuliskan
di lain tulisan atau saling kita share di kehidupan nyata aja kali ya, karena
membahas tentang organisasi juga bakalan memakan banyak tempat bila dituliskan
disini.
Sahabat, kalau kita cermati lebih lanjut ternyata yang dimaksud seorang pemimpin itu tak hanya orang yang memimpin suatu organisasi, instansi, kelompok, kaum, atau sejenisnya. Bahkan setiap dari kita adalah pemimpin. Minimal ia akan menjadi memimpin bagi dirinya sendiri.
Seperti sabda Rasulullah SAW, “Kamu semua adalah pemimpin dan
setiap kamu kelak akan ditanya tentang kepimpinan, ketua adalah pemimpin, kaum
lelaki pemimpin kepada ahli keluarganya, kaum wanita
adalah pemimpin dan penjaga rumahtangga suami dan anaknya, oleh itu setiap
kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang
kepimpinannya”.
Coba kita garis bawahi pernyataan yang satu ini. “Setiap orang adalah
seorang pemimpin, minimal pemimpin untuk dirinya sendiri”. Berarti, setiap
dari kita adalah seorang pemimpin bukan? Sekarang pertanyaannnya, bayi yang
baru saja lahir apakah ia telah menyandang gelar sebagai seorang pemimpin? Tapi
bukankah untuk menjadi seorang pemimpin itu harus mengalami sebuah proses? Lalu
jika sejak lahir saja kita telah menjadi seorang pemimpin, sejak kapan kita
memulai prosesnya tersebut? Benarkah itu? Ya, tentu saja, setiap manusia yang
telah terlahir dari rahim seorang ibu, ia telah menyandang gelar pemimpin,
sekalipun ia adalah seorang bayi yang bari beberapa detik terlahir dari rahim
seorang ibu.
Sahabat, tahukah kita, saat kita terlahir di dunia kita terlahir
dengan menyandang gelar tersebut. Ya, seperti yang telah aku paparkan di
penjelasan diatas, tak ada pemimpin yang terlahir dari sebuah proses yang
singkat, dan didalam proses tersebut sudah dapat dipastikan bahwa akan ada
suatu perjuangan yang hebat demi mendapatkan kemenangan, kemenangan untuk
mendapatkan gelar tersebut.
Kita tahu bukan, seorang pemimpin itu pastilah seseorang yang punya
misi ke depan yang gemilang, punya tekad yang kuat, mandiri, mampu bertahan
dalam situasi dan kondisi yang sulit, punya semangat juang yang tinggi, dan
yang terpenting ia harus jauh lebih kuat dibanding teman-temannya dalam
menghadapi suatu tantangan. Nah, sekarang coba hubungkan kembali kalimat yang selalu
kita garis bawahi tadi. Jika saat ini kita telah menjadi seorang pemimpin, itu
berarti sebenarnya kita telah mempunyai potensi-potensi tersebut bukan?
Benarkah semua pernyataan ku diatas? Apa buktinya? Oke, kalau
begitu sekarang kita kupas lebih lanjut
tentang pernyataan-pernyataan diatas.
Kita semua tahu bukan, kita ada berawal dari sebuah ketiadaan. Dahulu
kurang lebih 9 bulan yang lalu sebelum kita terlahir di dunia ini, ternyata ada
suatu perjuangan yang hebat, kawan. Bayangkan saja, kita adalah pemenang dari
jutaan sel sperma yang ingin mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan sang
ovum untuk berjuangan mendapatkan sebuah kesempatan melihat dunia.
Waktu itu
sel sperma yang begitu kecil harus dihadapkan dengan sebuah perjalanan yang sulit
dan panjang , ada banyak tantangan disana. Namun sadarkah kita? Sel sperma itu
memiliki tekad yang kuat, walaupun ia tahu akan tantangan yang harus
dihadapinya, ternyata ia memilih bertahan untuk berjuang. Ya, kita memilih
bertahan dan berjuang agar nantinya kita dapat menjadi seorang pemimpin. Perjuangan
tak cukup terhenti sampai disitu, sel sperma yang telah menjadi satu-satunya
pemenang dengan bertemu dengan sang ovum, ia akan melalui tahap dan proses yang
masih begitu panjang. Hingga akhirnya, ia tumbuh dan berkembang menjadi sebuah
zigot.
Layaknya proses seorang pemimpin lainnya, seorang pemimpin haruslah
mampu menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu. Dan ternyata benar,
calon pemimpin itu pun juga melalui proses tersebut, hari demi hari ia menjadi
makhluk yang jauh lebih baik. Berawal dari sebuah zigot, ia tumbuh menjadi morula,
blastula, gastrula dan akhirnya ia tumbuh menjadi sebuah janin. Hari demi hari
kita belajar untuk bertahan di dalam rahim ibu, bertahan dan belajar memicu
detak jantung kita, belajar bernafas, belajar mendapatkan nutrisi dari makanan
yang ibu kita berikan melalui plasenta, dan belajar segalanya. Hingga akhirnya,
kurang lebih 9 bulan kita belajar, tibalah waktunya dimana kita benar-benar
siap untuk menjadi seorang pemimpin.
Namun ternyata lagi-lagi untuk menjadi seorang pemimpin memang tak
sesederhana yang kita fikirkan. Didalam sebuah proses pembelajaran, didalam
proses menjadi seorang pemimpin, dan didalam proses apapun, pastilah ada aturan
yang harus di taati agar perjuangan yang kita lakukan lebih mudah dan lancar.
Dan lagi-lagi pernyataan itu benar, seorang calon pemimpin memang harus taat
dengan peraturan. Pernahkah kalian mencari makna mengapa setiap bayi terlahir
dengan posisi vertikal? Ya, karena setiap kelahiran itu ada aturannya. Dari lahir
pun kita telah terikat dengan aturan. Kita tidak bisa begitu saja memilih seeneknya
dengan posisi apa kita dilahirkan. Yang namanya bayi lahir, ya harus
mendahulukan kepala, dengan tangan dan kaki lurus kebawah. Tidak bisa lahir
dengan memilih mendahulukan kaki kanan dulu, baru tangan kanan, kaki kiri baru
disusul kepala, dan terakhir tangan kiri. Tidak bisa kawan, pasti akan susah. Dan
jika kita tetap tak mau lahir dengan posisi yang sesuai aturan, ya pasti kita kita
akan mendapat konsekuensinya. Apa konsekuensinya? Misal, ibu kita harus di
episiotomi (pengguntingan bagian perinium –antara vagina dan anus- agar proses
kelahiran kita lebih mudah, atau bahkan kita harus terlahir caesar, dan hal ini
pun membuat perjuangan kita dan ibu kita dalam melahirkan seorang calon
pemimpin lebih berat bila dibanding dengan kelahiran normal. Nah, oleh sebab
itu, sejak lahir saja kita telah terikat aturan, dan jika tidak nurut aturan
pasti akan ada konsekuensi yang jauh lebih berat yang harus kita tanggung. So,
jangan heran kalo hidup kita penuh aturan. Jangan pernah membenci setiap aturan
yang mengikat kita hari ini, semua aturan yang baik itu memang terasa berat
dalam perjuangan, namun akan jauh lebih berat jika kita tak mau menaati setiap
aturan yang ada.
Dan satu lagi poses yang telah kita lalui sobat. Sejak lahir untuk
menjadi seorang pemimpin yang hebat ternyata kita sudah belajar untuk mandiri.
Kita yang didalam rahim selalu merasakan kehangatan, seketika itu kita harus
belajar mandiri, belajar untuk menyesuaikan suhu tubuh kita dengan suhu dunia
yang lebih rendah bila dibandingkan saat kita berada dirahim. Sejak itu pula
kita harus belajar mandiri untuk tidak bergantung pada plasenta lagi dalam
mendapatkan nutrisi, sejak itu pula kita
harus belajar untuk melindungi diri secara mandiri tanpa ada lagi perlindungan
dari amnion, dan masih banyak lagi hal-hal yang harus dipelajari dan dilakukan
dengan mandiri saat kita telah menjadi seorang pemimpin di dunia ini.
Sahabat, sudah jelas bahwa kita terlahir dari sebuah perjuangan, dari
sebuah pembelajaran,dari sebuah aturan, dari sebuah kemandirian, serta dari sebuah
kemampuan untuk bertahan.
Sekarang coba renungkan sahabat, apakah tidak sayang jika kita saat
ini kita menyia-nyiakan potensi yang sebetulnya kita miliki tersebut. Apakah
hidup kita tidak terlalu berharga jika kita menyia-nyiakan perjuangan yang
telah kita mulai sejak kita bermula dari sebuah sel sperma dan ovum dulu?
Jangan lupa sahabat, setiap pemimpin itu akan dimintai pertanggung jawaban atas
apa yang telah ia pimpin lho. Lalu pertanggung jawaban apa yang akan engakau
berikan untuk Dzat yang memiliki kita ini? Bagaimana engkau akan mempertanggung
jawabkan setiap perbuatan dan waktu yang telah engakau habiskan kawan? Dahulu kita
adalah insan pemilik semangat juang untuk sebuah kemenangan. Namun sekarang, kemana
jiwa pemimpin itu? Engkau kemanakan semangat perjuangan itu engakau terbangkan,
hingga kini sering kali kita mengeluh dalam perjuangan kita? Bukankah
perjuangan kita dahulu jauh lebih berat dengan perjuangan kita yang sekarang? Bukankah
dahulu kita tak pernah mengeluh? Lantas, mengapa sekarang terlalu sering kita
berkeluh kesah? Tak ingatkah kita dengan perjuangan kita dahulu?
Wahai jiwa-jiwa pemimpin, kembalilah menjadi pejuang impian,
kembalilah bergerak, kembalilah menyalakan obor semangat yang telah lama engkau
padamkan! Ingat sahabat, kita adalah insan pilihan, kita adalah pemilik
kesempatan, so jadilah yang terbaik dalam setiap perjuanganmu sebelum engakau
nantinya akan dimintai pertanggung jawaban untuk setiap kesempatan yang telah
diberikan oleh pemilik jiwa-jiwa ini, Allah S.W.T :)
Surakarta, 03 Maret 2014
00:26
Cos Ma’arif H. L
Comments
Post a Comment