Kehidupan
adalah sebuah proses yang dinamis, sebuah proses yang sarat dengan perubahan. Karenanya
hidup tak seharusnya statis. Ada hijrah dalam setiap perubahan, ada perubahan
yang harus diperjuangakan dalam sebuah pengorbanan, dan ada pengorbanan yang harus
diperjuangkan dalam setiap proses menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Guys,
kita tahu bukan roda waktu memang terus bergulir mengikuti ketentuan-Nya. Ia
tak akan pernah berhenti hanya untuk menunggu kita merasa siap menuju ke
kehidupan yang lebih baik. Siap ataupun tidak siap waktu akan tetap berjalan. Karena
manusia lahir, tumbuh dan berkembang dalam kerangka waktu yang terus berjalan
ke depan, dan tidak bisa mundur ke belakang. Waktu adalah peluang menuju
kesuksesan dunia maupun akhirat bagi insan yang mampu memanfaatkannya. Tapi
tahukah kita, ternyata ia pun juga akan menjadi sebuah tantangan yang berujung
pada kerugian bagi mereka yang merelakan berlalunya sang waktu dengan
menyia-nyiakan setiap peluang ataupun kesempatan yang terselip disetiap detiknya.
Dari
zaman Nabi Adam bahkan sampai nanti pada zamannya manusia terakhir di bumi ini,
sang waktu akan terus menjadi sosok yang paling misterius. Keberadaannya
didunia ini terbatas, namun ia tak pernah mau mengungkapkan kapan batas akhir
ia bertahan di dunia ini. Bahkan, terkadang sang waktu pun juga menjadi sosok
yang paling kejam, ia tak pernah bertoleransi terhadap setiap aktivitas yang
sedang kita lakukan, sesibuk apapun kita dengan urusan dunia, bahkan selelah
apapun kita dalam berjuang, sang waktu tetap saja tak akan berhenti hanya untuk
menunggu kita beristirahat dan melepas lelah.
Kadang
kita tidak melihat pentingnya perubahan, terutama saat kita sudah berada di zona nyaman. Padahal menuju yang lebih baik itu tidak ada
batasnya. Sebagai muslim, ukuran lebih baik kita
adalah peningkatan kualitas ketakwaan. Dan kualitas ketakwaan kepada Allah
tidak terbatas. Karena itu, pintu hijrah selalu terbuka.
Hakikat
hijrah para pengikut Muhammad adalah berpindah dari lingkungan masyarakat yang
tidak baik menuju ke lingkungan baru yang jauh lebih baik bagi tersemai,
tumbuh, dan berkembangnya nilai-nilai keislaman.
Titik pijak inilah yang kini diperingati kaum
muslimin sebagai Tahun Baru Hijriyyah yang jatuh pada setiap tanggal 1
Muharram.
Hijrah
atau kepindahan manusia di era kini tentu saja berbeda konteksnya dibandingnya
hijrahnya Muhammad SAW dan kaumnya pada lima belas abad yang silam. Apabila
hijrah di masa Nabi lebih berdimensi hijrah lahir dan batin, hijrah fisik
sekaligus mental, maka hijrah di masa kini lebih
bermakna batiniah dan spiritualistik.
Karena sesungguhnya, akan bagaimana kita ke
depan sangat ditentukan oleh bagaimana kita hari ini.
Artinya, semakin baik kita dalam keseharian,
itu berarti Malaikat tidak menghadap Allah kecuali melaporkan kebaikan, insya
Allah kebaikan di masa depan itu pasti menjadi kenyataan. Karena setiap kebaikan
berbalas kebaikan (QS. 55: 60) dan setiap kebaikan yang kita lakukan kembali
pada kita sendiri (QS. 17: 7).
Di sinilah setiap Muslim harus melakukan agenda
perubahan. Dengan spirit hijrah, itu bukan suatu yang mustahil. Sebab, Allah
tidak akan pernah merubah suatu kaum (termasuk pribadi kita) jika kita sendiri
tidak mau merubahnya (QS. 13: 11).
NB: Tulisan ini
dibuat “sebenarnya” untuk dikirim ke majalah Pena SKI. Karena keburu deadline, dan
belum selesai, yaa… sudahlah sekarang di posting di blog saja deh. Dan sebenarnya
“This is uncomplete writing”, dan karena sudah terlalu lama tidak diselesaikan,
dan saya sudah lupa apa saja yang mau ditulis di topik ini, jadi ya saya
posting seadanya saja :D
Selesai
ditulis,
Surakarta, 03 Maret 2014
20:26
Cos Ma’arif H. L
Diposting
17 November
2014
11:32
Cos Ma’arif H.
L
Comments
Post a Comment