Skip to main content

Cicak vs (Buaya ft Banteng)

Hmm, sebenarnya sih saya masih males ngeblog sodara-sodara, karena memang masih ada hal lain yang harus dikerjakan. Tapi kok sepertinya moment ini sayang kalau tidak diabadikan dan ditanggapi yaa.. hehe..

Masih ingat dengan drama politik ini guys “Cicak vs Buaya”? Ya, sepertinya drama politik ini kembali mewarnai panggung politik negeri ini. Dan yang lebih menariknya lagi, kini drama tersebut hadir dengan sentuhan yang sedikit berbeda, “Cicak vs (Buaya ft Banteng), hehe, judulnya agak maksa ya?? Ya mau gimana lagi, emang kenyataannya gitu :D

Ok, langsung ke topic pembahasan.. Ya, berbicara tentang drama politik, ternyata drama ini sedang menjadi trending topic baik di dunia nyata maupun media social. Drama ini mencapai puncaknya ketika Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Kalau menurut saya pribadi, benang merah dari kisruh yang terjadi saat ini salah satu faktor utamanya adalah kurang tegasnya Bapak Presiden, Joko Widodo, dalam menangani kasus-kasus sebelumnya.

Ya, sebelum mencapai klimaksnya, menurut beberapa media di televisi, kasus ini masih erat kaitannya dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, dimana pada saat itu juga KPK menetapkan Komjen Budi menjadi tersangka kasus rekening gendut dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait jabatan Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Polri dan jabatan lainnya di Polri. Penetapan Komjen Budi menjadi tersangka terjadi tepat sehari sebelum Komisi III DPR melakukan fit and proper test terhadap Komjen Budi. Di kalangan elite POLRI, tentu hal ini dianggap sebagai pembunuhan karakter terhadap calon tunggal Kapolri tersebut, dikarenakan KPK mengungkap kasus yang sejatinya telah lama terjadi namun baru diungkap ketika Komjen Budi dicalonkan sebagai Kapolri. Berdasarkan beberapa informasi yang beredar, Komjen Budi diusulkan oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. #ThinkAgain

Tapi kalo menurut saya pribadi, sebenarnya tidak menjadi masalah ketika KPK memang benar-benar harus mengungkap kasus tersebut dalam situasi dan kondisi seperti saat ini. Hal itu mengingat akan keselamatan bangsa dan negara untuk jangka waktu yang lebih panjang kedepannya. Bayangkan saja, bagaimana “jika” memang benar Komjen Budi Gunawan (BG) yang dituding melakukan tindak korupsi oleh KPK tersebut ditetapkan sebagai Kapolri? Padahal kita tahu, jabatan Kapolri merupakan salah satu jabatan yang cukup “basah”. Jika BG tetap diangkat sebagai Kapolri, dan “jika” nantinya terjadi suatu penyelewengan kekuasaan, apakah penetapan status tersangka kepada BG ini masih dianggap sebagai tindakan pembunuhan karakter dalam suatu drama politik? #SaveIndonesia

Namun lagi-lagi, saya masih cukup kecewa akan kurang tegasnya sikap Bapak Presiden kita dalam menyelesaikan masalah yang cukup genting ini. Pak Jokowi terlihat masih takut untuk mengambil suatu keputusan yang tegas. Berdasarkan berita yang saya dapat dari salah satu stasiun televisi swasta, malam harinya sebelum fit and proper test Komjen Budi digelar, para petinggi KIH menggelar rapat di sebuah rumah makan di Menteng. Hasil rapat yang diikuti Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum NasDem Surya Paloh, dan para petinggi KIH ini sepakat mendorong Jokowi untuk tetap melantik Komjen Budi menjadi Kapolri (kecuali perwakilan demokrat yang memang tidak hadir karena mereka tidak sepakat untuk mencalonkan BG sebagai Kapolri). Walaupun wacana pengangkatan BG menjadi Kapolri menuai banyak kontroversi (terutama dari kawanan anti-korupsi dan KPK), namun ternyata keesokan harinya Pak jokowi tetap saja bersih kukuh mengijinkan Komisi III DPR untuk melakukan fit and proper test. 

Saya kurang tahu, apakah keputusan Pak jokowi ini benar-benar murni keputusan atas pertimbangan pribadi ataukah keputusan yang diambil karena adanya intervensi pihak-pihak berkepentingan (red: Megawati, PDIP). Kalau dihubung-hubungkan, dugaan ini mungkin saja tidak sepenuhnya salah, karena berdasarkan hasil wawancara yang disiarkan disalah satu stasiun TV bersama Bapak Pramono Anung yang juga merupakan salah satu elite PDIP, beliau membenarkan bahwa Komjen Budi memang punya hubungan dekat dengan Mega dan Jokowi. Lhoh, lhoh, lhoh.. Pak Presiden ini sebetulnya pro rakyat, pro partai, atau takut sama ibunya?? #ThinkAgain #SaveKPK #Save Indoensia

Setelah memutuskan untuk tetap melakukan test kepada BG, keesokan harinya tepat pada tanggal 14 Januari 2015, proses fit and proper test tuntas dilaksanakan, dan kemudian dibawa ke rapat paripurna DPR pada 15 Januari 2015. Rapat Paripurna DPR pun akhirnya selesai dilakukan, Komjen Budi disahkan DPR sebagai calon Kapolri. DPR menyetujui dan mempersilakan Presiden Jokowi untuk segera melantik Komjen Budi menjadi Kapolri. 

Lagi-lagi, Jokowi kembali dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara melantik calon Kapolri yang jadi tersangka KPK sesuai kehendak partai pendukung atau sebaliknya. Tentu, hal ini menjadi pemicu bagi para kalangan anti-korupsi untuk kembali melakukan penolakan terhadap pelantikan tersebut. Alih-alih memberikan sikap yang tegas, Jokowi justru mengambil keputusan yang lagi-lagi menuai kontroversi. Jokowi memutuskan menunda pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, tapi disertai penegasan “itu tidak berarti pembatalan”. Dari penegasan yang beliau sampaikan, saya pun kembali mempunyai tanda tanya besar, kenapa Jokowi seolah takut menggunakan hak prerogatifnya untuk membatalkan pelantikan Komjen Budi dan memilih sosok alternatif menjadi Kapolri. #ThinkAgain

Bagaikan sebuah drama, suatu kisah pasti akan menemukan puncaknya. Entah hal ini akan menjadi klimaks dari drama politik kali ini, atau nanti akan ada antiklimak lainnya, entahlah… Yang jelas, kemarin pagi dunia politik kembali dipanaskan oleh prahara yang tak kalah menegangkan. Jumat, 23 Januari 2015, Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) setelah mengantar anaknya ke sekolah. Penangkapan tersebut dikatakan diluar etika, hal tersebut dikarenakan Bambang ditangkap dalam keadaan damai (sedang tidak terjerat kasus), masih bersatus pejabat negara, belum pernah diperiksa polisi sebelumnya, dan penangkapan dilakukan di muka publik dengan cara yang kasar, yaitu dengan memborgol tangan BW ketika ia digelandang ke Bareskrim.

Bareskrim menjelaskan penangkapan Bambang ini terkait dengan kasus Pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010 silam. Kasus ini baru dilaporkan oleh politikus PDIP Sugianto Sabran pada tanggal 19 Januari lalu, hanya beberapa hari setelah Komjen Budi jadi tersangka KPK. Muncul spekulasi adanya perintah partai banteng moncong putih terkait hal ini. Namun, terkait benar atau tidaknya asumsi tersebut, perlu adanya pengkajian lebih dalam dari segaa sudut pandang dan fakta yang ada. #SaveKPK #SavePOLRI

Namun diluar itu semua, tadi saya juga sempat menemukan tulisan disebuah website yang mengatakan bahwa pada dasarnya kisruh yang terjadi saat ini sejatinya bukan berawal dari konflik dua lembaga tersebut, namun lebih tepatnya karena adanya perseteruan antara Abraham Samad (Ketua KPK) dan Komjen Budi Gunwan. Hal ini diduga lantaran adanya kekesalan Abraham yang gagal jadi cawapres Jokowi dan menuding Komjen Budi jadi penyebabnya. 

Menurut Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, beliau menjelaskan bahwa sempat terjadi 6 kali pertemuan antara Ketua KPK Abraham Samad dengan petinggi PDIP terkait penjaringan cawapres Jokowi. Namun sayangnya, pada pertemuan terakhir tersebut, PDIP justru membatalkan rencananya dalam mengangkat Abraham Samad menjadi calon wakil Presiden untuk mendampingi Jokowi. PDIP lebih menaruh harapan pada JK yang saat itu berada dibawah partai Golkar. Menyadari potensi dan kekuatan JK dalam menarik simpati massa, dan juga kematangan partai yang diusung JK, PDIP pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadikan JK sebagai calon wakil presiden. Dan yang paling kuat menentang Samad adalah (BG). Gagalnya Samad jadi Cawapres Jokowi tidak diterima dengan legowo oleh Samad. Saat berita itu sampai pada dirinya, Abraham Samad berkata dengan mata tajam ke arah salah satu petinggi PDIP, “Saya Sudah Tahu karena sudah menyuruh orang-orang saya saya untuk memasang alat sadap, sehingga saya tahu siapa yang menjadi penyebab kegagalan saya. Saya janji akan menghabisi orang itu”

Nah, kalo itu sih saya kurang tau juga yaa apakah sumber tersebut valid tau tidak. Jjika memang berita itu benar, baik itu dari KPK ataupun Polri harusnya kedua lembaga ini dapat saling melengkapi, bekerja atas dasar kebenaran, bukan hanya menuruti asas balas dendam demi kepentingan pribadinya.

Hmm, jadi guys, sebenernya inti dari tulisan saya ini adalah, saya berharap agar KPK dan POLRI dapat menjadi lembaga yang benar-benar mampu bersinergi menegakkan hukum, bukan malah saling menjegal satu sama lain. Jadi kalau ditanya siapakah yang salah dalam kasus ini, ya sebenarnya tidak ada yang salah. Lho kok bisa?? Iya karena menurut saya, hukum dan undang-undang di negeri ini pun sepertinya juga belum terlalu tegas dalam menyikapi suatu kasus. Kalau dilihat dari kasus yang diusut kedua lembaga tersebut, sebetulnya kasus yang muncul adalah kasus-kasus lama. Selain harus dibentuk peraturan tentang adanya pembatasan waktu terhadap suatu kasus, seharusnya dalam menangani sebuah kasus juga harus menerapkan prinsip tuntas!! Pantang berhenti sebelum kasus tuntas! Hal ini dimaksudkan agar tidak adanya lagi penyelewengan hukum yang diduga sebagai bentuk media pembunuhan citra dan karakter seperti yang terjadi saat ini. Jika suatu kasus sudah selesai ditangani, ya sudah selesai. Kalau belum, ya tuntaskan saat itu juga. Jangan sampai menyisakan “ekor yang sama” dikemudian hari. 

Hal lain yang tak kalah penting, terutama untuk Bapak Presiden RI, Bapak Joko Widodo. Harapannya, selama Bapak memimpin, Bapak dapat menjadi pemimpin yang tegas lebih tegas lagi, tidak mudah diintervensi oleh pihak yang punya kepentingan lain. Saya yakin bahwa sesungguhnya Bapak adalah orang yang baik dan dekat dengan rakyat, tetapi orang-orang di belakang Bapak sepertinya  tidak demikian, sehingga saat ini kami sebagai rakyat pun bak kehilangan sosok Bapak yang dahulu lagi. Jika memang harus bertahan, semoga Allah menguatkan pundak Bapak untuk mengemban amanah ini, namun diluar itu semua kami serahkan kepada Allah SWT, bagaimanakah scenario dari Nya untuk episode negri ini mendatang. Wallahu a'lam bi shawab.

Surakarta, 24 Januari 2015 
11:30 
Cos Ma’arif H. L

Comments

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...