Skip to main content

Jangan Main-main, Ini Masalah Cinta




“Kadang kau harus meneladani matahari. Ia cinta pada bumi; tapi ia mengerti; mendekat pada sang kekasih justru membinasakan”
 
Salim A. Fillah





Ya, kalau kita berbicara tentang cinta, topik pasti akan menjadi hal yang tidak akan pernah habis untuk dibahas. Apalagi buat kita-kita yang memang telah mendekati masanya untuk mengerti arti cinta lebih dalam. Terlebih lagi untuk anak muda yang saat ini stastusnya sedang “Jomblo”, entah ngakunya jomblo karena Allah atau memang jomblo karena keadaan. Tapi diluar itu semua, virus merah jambu ini adalah virus yang paling sering menjangkit siapapun, terlebih anak muda yang ngakunya sering galau. Haha..

Ngomong-ngomong soal galau, hayoo, siapa yang disini suka galau? Biasanya nih, orang galau itu sukanya baca novel yang berbau cinta-cintaan, nge-play lagu yang mellow-mellow, stalking fb atau blog orang-orang yang dianggapnya keren, cari temen curhat yang senasib sepenanggungan (biasanya juga, temen curhatnya orang galau adalah orang yang level kegalauannya diatas orang yang curhat. Ya iyalah, mikir nasib dia sendiri aja udah bikin deg-deg-an, apalagi harus menampung curahan hati sahabatnya itu, hahaha.. ). Oh ya, ada lagi nih ciri-ciri orang yang suka galau, kalau yang ini galaunya udah sedikit keren. Walaupun galau, jomblo yang satu ini tetep produktif, missal buat puisi, buat cerpen, curhat di blog.. *uupppsss, ada yang kesindir nih, tuh yang baca senyum-senyum sendiri :D

Oke, no problem guys. Galau itu bukan suatu dosa yang besar kok. Menurutku pribadi, orang jomblo yang lagi galau itu adalah orang-orang yang justru ingin lebih mempersiapkan masa depannya secara lebih matang dan lebih dini. Tapi ya itu, galau yang dimaksud disini bukan galau yang sekedar galau. Galau yang saya maksud adalah orang yang galau karena benar-benar memikirkan betul apakah dia telah pantas mendapatkan sebuah cinta, dan apakah dia telah mempunyai sesuatu yang bisa diberikan, dibanggakan, dan juga dijadikan bekal ketika cinta itu datang pada masa yang telah ditentukan.  Galau yang keren itu harus selalu diiringi oleh doa dan usaha untuk memperbaiki dirinnya agar menjadi pribadi yang berkualitas jika masa penantian itu datang.  

Bagiku, orang-orang yang seperti ini tahu betul, bahwa cinta bukanlah hal yang bisa dianggap main-main. Terlebih lagi jika kita berbicara pada pembahasan yang lebih jauh lagi, sebut saja pernikahan. Pernikahan itu bukanlah perkara yang sederhana. Ketika kita berbicara tentang pernikahan, pernikahan tidak bisa hanya dikaitkan dengan masalah menyatukan dua hati dengan sebuah cinta. No, no, no.. Ini masalah janji suci, janji yang tidak hanya kita pertanggung jawabkan kepada pasangan kita, tapi juga  janji yang harus kita pertanggungjawabkan pula pada Rabb kita, Dzat yang Maha memiliki cinta. 

 Ketika kita mengambil suatu komitmen dalam ikatan pernikahan, itu artinya kita harus sudah siap dengan segala konsekuensinya. Oke, kita ambil contoh. Ketika seorang laki-laki mengucapkan ikrar suci melalui ijab qobul, maka disaat itu pula lah beban di pundaknya akan bertambah. Pertanggung jawabannya kali ini pada Allah SWT tidak hanya untuk dirinya pribadi, namun ada satu jiwa lagi yang harus ia bombing dan ia pertanggungjawabkan kepadaNya. Belum lagi kalau sudah jadi ayah, nah lo.. nambah lagi tu beban yang harus dipertanggungjawabkan. 

Ok, itu kalau laki-laki.. beda lagi dengan perempuan. Jangan salah, beban perempuan atau wanita yang harus dipertanggungsajabkan ketika ia telah mengambil komitmen untuk hal tersebut pun tak kalah berat. Ketika ikrar suci itu telah “sah”, maka sejak itu pulalah kewajiban utama bakti seorang anak pada orang tua nya harus terputus dan dipindah tangankan kepada suaminya. Ketaatan kita pada suami harus diletakkan diatas ketaatan kita pada kedua orang kita. Namun ingat, ketaatan tertinggi tetap menjadi hak paten untuk Allah SWT. Tidak hanya itu, pernah mendengar kalimat ini? “jika kita mendidik seorang laki-laki, maka kita akan mendidik satu orang saja. Namun jika kita mendidik seorang perempuan, maka kita akan mendidik satu generasi” Nah, coba bayangkan, jika kita mampu melahirkan dan mendidik anak-anak kita menjadi generasi robbani, sholeh sholihah, Alhamdulillah, insyaAllah kita akan mendatangkan generasi yang insyaAllah mampu mendatangkan ridho Allah untuk kita. Tapi bagaimana jika sebaliknya?? Berapa generasi yang akan menjauhkan ridho Allah dari kita, jika kita tidak mampu menjadikan genari kita menjadi generasi robbani seperti yang kita harapkan? Padahal Allah berfirman, jangan pernah kamu meninggalkan generasi yang lemah, . Na’udzubillahimindzalik…

Hehehe, gimana, dapat sedikit pencerahan, atau tambah galau? Orang saya aja yang nulis juga bingung, ternyata menggapai cinta memang tak sesederhana itu. Harus ada bekal yang cukup ketika kita memutuskan sebuah komitmen untuk mendapatkan cinta.

Hmm, sepertinya saya masih ingin berbicara tentang cinta nih. Tapi kita tinggalkan sejenak topic tentang pernikahan. Saya belum berani mengungkap lebih detail tentang hal tersebut, karena memang saya belum menikah, hehe.. 

Ok, kembali ke permasalahan cinta ala anak muda. Akhir-akhir ini saya sering mendengar istilah “Cinta karena Allah”. Kalau cinta karena Allah nya untuk orang yang telah menikah, mungkin kapan-kapan bisa kita bahas. Saya cari referensi dan tanya-tanya dulu dengan orang yang telah berpengalaman. Namun sekarang kita bahas tentang “Cinta karena Allah” bagi orang-orang yang belum terikat dalam ikatan pernikahan. Nah, gimana tuh??

Oya, sebelum saya menguraikan penjelasannya, jangan anggap saya sebagai orang yang sok tau yaa. Disini saya hanya mencoba memaparkan apa yang saya dapat dari hasil baca buku, sharing dengan sahabat, atau mungkin saat saya mengikuti kajian. 

 Seperti sebuah sajak dari Salim A. Fillah yang saya tuliskan di paragraph paling atas. Kita pun harus memahami betul hakikat “Menjauhi cinta demi mendapatkan cinta”. Ya, cinta itu memang aneh. Sama halnya dengan air, cinta pun memiliki sifat anomali. So, kita sebut saja dengan anomaly cinta. Kenapa bisa begitu? Tak seperti hal yang lain, ketika kita ingin mendapatkan sesuatu (misalkan ilmu, pekerjaan, harta, atau yang lainnya), sebelum kita mendapatkannya,  kita pun dituntut matian-matian berkerja keras untuk “mendekatinya” guna mendapatkan hal tersebut. Namun beda halnya dengan cinta, semakin kau mendekat disaat yang belum tepat, kau justru akan menghancurkannya.

Oke, focus lagi dengan pembahasan “cinta karena Allah”. Sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan “cinta karena Allah?” Perlu ditekankan, bukan cinta namanya jika kita terpacu untuk merayunya saat belum halal. Bukan cinta namanya jika kita terpacu untuk memegangnya saat belum halal. Nah, intinya kita harus mampu membedakan mana itu nafsu, mana itu cinta. Mirip memang, tapi sejatinya beda. Prinsipnya, Cinta itu membangun, tapi nafsu itu merusak. Namun terkadang, karena kebutaan membedakan cinta dan nafsu inilah yang membuat sebagian orang salah dalam berusaha untuk mendapatkannya.

Dalam usaha untuk meraih cinta, justru ada dua hal yang harus dilewati, menjauh lalu mendekat. Ya, ada kalanyaketika kita ingin mendapatkan cinta, cara yang paling tepat adalah justru “menjauhi” nya. Mengapa justru menjauhinya? Begini. Karena dalam kondisi yang terlalu dini, mendekati sejatinya justru menyakiti. Coba bayangkan, apa kamu tega membiarkan orang yang kamu cintai justru lebih menghabiskan malam untuk memikirkanmu daripada memikirkan Allah? Apa kamu tega membuat dia galau dan menangis hanya karena sedetik tak ada kabar darimu? Dan apa kamu tega menumbuhkan harapan yang belum tentu akan menjadi nyata nantinya? Sebelum masa itu datang, jodoh tidak ada yang tau bro, sist… Dengan kata lain, jika kau mendekatinya, itu artinya kau merubuhkan hijab yang dia tegakkan.

Namun diluar itu semua, setiap kita ingin mendapatkan sesuatu, tentu kita dituntut untuk melakukan suatu usaha demi mendapatkannya. Lho, bagaimana bisa? Katanya dilarang mendekat, lalu bagaimana bisa mendapatkannya?

Ya itu tadi, dengan cara menjauh. Selain itu, ada hal yang tak kalah penting yang harus kita lakukan selain menjauh. Disaat kita menjauh, disaat itu pulalah kita dituntut untuk memperbaiki diri. Inilah point-nya. Ya, usaha yang paling real untuk mendapatkan cinta itu bukan dengan menjadikan dia pacar, mengajak main keluar, merayu dengan kata-kata gombal, telefon untuk menanyakan kabar, meng-sms dan menanyakan apa yang sedang ia lakukan, atau yang lainnya, sekali lagi bukan…. Tapi usaha yang harus kita lakukan adalah dengan memperbaiki diri. Di sinilah tampak bagaimana kita serius atau tidak dalam memperjuangkan cinta Allah dari dirinya. Keistiqomahan untuk terus memperbaiki diri inilah yang akan menjadi ujian bagi kita.

 Lalu bagaimana kalau sekedar mendoakannya? Boleh nggak sih kita menyebutkan sebuah nama di dalam doa kita? Nah, ini nih yang harus diluruskan. Boleh sekali jika kita ingin mendoakannya. Jodoh memang yang menentukan Allah, tapi kita boleh memintanya. Jadi, menyebut sebuah nama dalam doa ya boleh-boleh saja. Asalkaann… kalau meminta ya jangan maksa.

Terkadang kita sering berdoa seperti ini, , “Ya, Allah, saya yakin “dia” adalah yang terbaik untukku, maka jodohkanlah aku dengannya ya Allah”. Kalau kata Om Rifa’I Rif’an, itu namanya maksa. Allah kok dipaksa! Udah sok tau, maksa pula.. Dari mana kita tahu dia yang terbaik untuk kita, orang dijalani aja belum. Padahal kita kan udah yakin, bahwa Dzat yang paling mengetahui segala sesuatu yang terbaik untuk hamba Nya hanyalah Allah SWT. Allah lebih memberikan apa yang kita butuhkan, bukan melulu apa yang kita inginkan. Kalau sudah begitu, yasudah, serahkan saja semuanya pada Allah. Allah telah mempunyai scenario terbaik untuk hamba-hamba Nya. 

Tapi lagi-lagi, anak muda itu sukanya agak ngeyel, begitu pula dengan saya sih, walaupun sudah tau begitu, tetep aja ada ngeyel-ngeyelnya (dikit), hehehe.. Ok nggak masalah, untung Allah Maha Baik. Seperti yang saya tuliskan tadi, Jodoh memang yang menentukan Allah, tapi kita boleh memintanya. Tapi, jika nanti ternyata Allah tak memberikan cinta seperti pada doa kita, kembali lagi, itu karena Allah Maha Tahu. Kalo menurut saran Om Rifa’i Rif’an (lagi) nih yaa, kalau kita memang benar-benar mencintai seseorang, doakan saja seperti ini .. “Ya Allah, jika memang dia baik untuk agama dan akhiratku, maka dekatkan lah dia denganku dengan caraMu. Namun, jika tidak, maka jauhkanlah pula aku dengannya dengan caraMu, dan jodohkanlah aku dengan orang terbaik pilihan Mu Yaa Rabb” Sudah.. doa seperti itu saja cukup. Jangan Paksa Allah untuk menjodohkanmu dengannya. Allah kok dipaksa!

Ok, saran terakhir, mulai sekarang cobalah buat proposal untuk Allah, tidak hanya tentang cinta, tapi apapun itu. Ajukan proposalnya, biarkan Allah yang menyeleksi dan meng-acc mana yang terbaik. InsyaAllah, Allah tidak akan salah pilih. Allah pasti akan selalu memberikan yang terbaik untuk hambaNya. Yang terpenting, sekarang waktunya buat kita untuk memperbaiki diri. Berproses untuk menjadi terbaik sebelum masa itu datang. “Perbaiki diri dulu, biar Allah melihat usahamu”

Hmm, ternyata tulisan saya sudah terlalu panjang. Ini nih, kalo udah membahas cinta, lupa waktu. Astagfirullahal’adziim… Yasudah, karena sudah disepertiga malam terakhir, buat yang mau sholat Qiyamul Lail dipersilahkan… Untuk yang tidak, selamat melanjutkan aktivitas, alias tiduuurr :D

Surakarta, 17 Januari 2015
02:42 
Cos Ma’arif H. L



Comments

  1. ga jadi baca artikel ini ah.... tapi udah terlanjur baca sampe abisss... :(

    ReplyDelete
  2. aku selalu mengantuk ketika membaca tulisan berbobot... hwaaahh..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...