Skip to main content

Ngabuburit #8: Tadzkiroh

Memang seperti itu dakwah. 
Dakwah adalah cinta. 
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai fikiranmu. 
Sampai perhatianmu, berjalan, duduk, dan tidurmu.
Bahkan di saat lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah.
Tentang umat yg kau cintai.

Lagi-lagi memang seperti itu dakwah.
Menyedot kekuatan pada diri. 
Hingga tulang belulangmu, daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu. 
Tubuh yang luluh diseret-seret. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.

Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah.
Baginda memang akan tua juga.
Namun kepalanya beruban kerana beban berat dari ayat yg diturunkan Allah.

Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Beliau memimpin hanya sebentar.
Namun kaum muslimin sangat terkesan dengannya.
Tidak ada lagi orang miskin yang boleh diberi sedekah.
Tubuh mulia itu terkoyak-koyak.
Sukar membayangkan sekeras apa seorang Khalifah bekerja.
Tubuh yang segar bugar itu sampai gugur.
Hanya dalam 2 tahun beliau sakit parah kemudian meninggal.
Dan memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang.

Dan di akhirat kelak, mungkin tubuh Umar bin al-Khattab juga terlihat terkoyak-koyak hingga kepalanya menjadi botak.
Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana.
Kurang heroik?
Akhirnya diperjelaskan dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah. 
Luka ditikamnya seorang Khalifah yang soleh, yang sedang bermesra-mesraan dengan Tuhannya ketika solat.

Dakwah bukannya tidak melelahkan.
Bukannya tidak membosankan.
Dakwah bukannya tidak menyakitkan.
Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari godaan kefuturan.

Tidak! Justeru kelelahan.
Apalagi rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari.
Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih "tragis". 
Justeru kerana rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani kerana rasa sakit itu selalu mengintai ke mana-mana mereka pergi yang akhirnya menjadi adaptasi biasa.

Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur, akhirnya salah satunya harus mengalah.
Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman.
Lalu terus berkobar dalam dada.
Begitu pula rasa sakit.
Hingga luka tak dirasa lagi sebagai luka.
Hingga "hasrat untuk mengeluh" tidak lagi terlalu menggoda berbanding jihad yang begitu aman, selesa apalagi berkecukupan.

Begitupun Umar.
Apabila Rasulullah wafat, beliau histeria.
Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk.
Bukannya tidak cinta pada Abu Bakar.
Namun beliau seringnya "ditinggalkan", hal itu sudah menjadi kewajaran.
Dan menjadi semacam suntikan bagi iman.

Dakwah itu tiada henti melainkan mati!

Janganlah keselesaan yang dimiliki melupakan diri hingga membiarkan mereka yang lainnya bersendirian bergelumang dalam lumpur kumuh membaiki moral ummat hingga dirimu berada di dalam lingkungan kelompok empukmu saja.

Sedarlah wahai para kader-kader di Jalan Allah!!

“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.

Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.

Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.

Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.

Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”

-Sungguh kalau iman dan syaitan terus bertempur. Pada akhirnya salah satunya harus mengalah-

(Almarhum Kiyai Haji Ustaz Rahmat Abdullah @ Sang Murabbi)

Comments

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...