Biar kutitipkan sesal pada hujan 13 Agustus, sebab darinya, ada ampunan Nya yang selalu terlewatkan begitu saja.
Sebab dari semilir anginnya, ada jiwa yang kembali sadar, bahwa raga kian merapuh, catatan amalpun mulai penuh.
Namun diantara sesaknya catatan, ternyata si noktah hitam lah yang membuatnya semakin tak memiliki celah.
Terlalu banyak khilaf, terlalu banyak salah.
Kau harusnya sadar diri, catatanmu kian usang, catatanmu tak baru lagi.
Bukankah dalam kisah ini, kau harusnya berlomba-lomba untuk mempercantik catatan amal?
Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Fastabiqul Khoirat
Biar kutitipkan maaf pada hujan 13 Agustus, sebab darinya, ada kaki yang masih sering salah melangkah dalam memilih persimpangan.
Tersesat dan lupa jalan pulang.
Sebab dari rintiknya yang harus jatuh dari langit menuju bumi, ada jiwa yang menyadari bahwa perjalanan pasti menemui titik akhirnya.
Sejauh apaun itu. Waktumu akan habis, perjalananmu akan terhenti.
Sejauh ini, apakah perjalananmu masih menuju tujuan yg sebenarnya?
Jangan-jangan, kau kembali salah langkah.
Jangan-jangan, kau memang benar-benar lupa jalan pulang
Coba buka petamu kembali, saat ini kau berada pada persimpangan yg mana? Adakah Allah dalam tujuan kita? Allah Ghoyatunna
Biar kutitipkan syukur pada hujan 13 Agustus, sebab darinya, ada nikmat yang tidak bisa tereja hanya dengan sekedar kata.
Sebab dari jernih bulir airnya, ada jiwa yang kembali menemukan cerminnya. Setelah sekian lama lupa, setelah sekian lama bersandiwara.
Terlampu serius memerankan peran semu dunia, hingga akhirnya lupa hakikat diri yang sebenarnya.
Bukankah engkau diciptakan hanya untuk beribadah kepadaNya? Wama kholaqtul jinna wal insa illa liya'buduun
Biar kutitipkan harap pada hujan 13 Agustus, sebab darinya, selalu ada harap dalam kepataharangan.
Sebab dari airnya, ada janji yang selalu dinanti si tanah tandus untuk menghadirkan kehidupan untuknya.
Biar ia kembali hijau, biar ia menjadi permadani di zamrud khaltulistiwa.
Namun sudah sejauh ini berjalan, kau sudah berbuat apa?
Kau sudah menjadi siapa?
Sudahkah menjadi hujan?
Hmm.. ternyata kau masih tak menjadi apa-apa. Ternyata kau masih tak menjadi siapa-siapa.
Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain? Khoirunnas anfa'uhum linnas
Biar kutitipkan rinduku pada hujan 13 Agustus, sebab darinya, ada jiwa yang rindu untuk kembali, ada jiwa yang rindu untuk bersama.
Sebab dari rintiknya, ia tak pernah turun seorang diri.
Jatuh bersama, bermanfaat bersama.
Seharusnya, memang begitulah kita. Bukankah bersama akan jauh lbh baik dari seorang diri?
Lebih ringan, lebih banyak menebar kebaikan
Innallaha yuhibbul-ladziina yuqaatiluuna fii sabiilihi shaffan kaannahum bunyaanun marshuush.
Ahh… andai aku bisa kembali, andai aku tidak terhenti. #ahh, sudahlah…
Yang pasti, aku sangat bersyukur pagi ini.
Terimakasih yaa Rabb, telah engkau turunkan hujan 13 Agustus ini
Terimakasih atas setiap pertemuan dan perpisahan yang telah engkau gariskan
Terimakasih atas setiap cintaMu yang engkau titipkan pada ayah, ibu, adik, guru, dan sahabat-sahabat terbaik
Terimakasih atas setiap takdir yang telah mempertemukanku dengan orang-orang baik pilihanmu
Terimakasih atas kemurahanMu yang telah mengijinkanku berjalan di jalan juang ini..
~ Ya Rabb, aku rindu.. sangat rindu.. Ijinkan aku kembali (lagi) ~
Terimakasih atas setiap tangis canda tawa yang selalu memberi arti
Terimakasih atas setiap kesempatan yang selalu engkau berikan lagi dan lagi
Terimakasih atas setiap cinta yang Kau tumbuhkan dalam hati ini. Semoga cintaku padanay tak melebihi kecintaanku padaMu
Terimakasih atas 7920 episode terbaik ini
Yaa Muqollibal Qulub, tsabbit qalbii ‘ala Diinik
Aku mendamba hujan sebab kebermanfaatannya, bukan sekedar rintiknya.
Dan kau, tetaplah menjadi hujan. Bermanfaatlah dimanapun kau berada. Dan begitula dwngan aku.
Mungkin suatu hari kita akan turun bersama, dan bermanfaat bersama.
Sebab dari rintiknya, ia tak pernah turun seorang diri.
Jatuh bersama, bermanfaat bersama.
Seharusnya, memang begitulah kita. Bukankah bersama akan jauh lbh baik dari seorang diri?
Lebih ringan, lebih banyak menebar kebaikan
Innallaha yuhibbul-ladziina yuqaatiluuna fii sabiilihi shaffan kaannahum bunyaanun marshuush.
Ahh… andai aku bisa kembali, andai aku tidak terhenti. #ahh, sudahlah…
Yang pasti, aku sangat bersyukur pagi ini.
Terimakasih yaa Rabb, telah engkau turunkan hujan 13 Agustus ini
Terimakasih atas setiap pertemuan dan perpisahan yang telah engkau gariskan
Terimakasih atas setiap cintaMu yang engkau titipkan pada ayah, ibu, adik, guru, dan sahabat-sahabat terbaik
Terimakasih atas setiap takdir yang telah mempertemukanku dengan orang-orang baik pilihanmu
Terimakasih atas kemurahanMu yang telah mengijinkanku berjalan di jalan juang ini..
~ Ya Rabb, aku rindu.. sangat rindu.. Ijinkan aku kembali (lagi) ~
Terimakasih atas setiap tangis canda tawa yang selalu memberi arti
Terimakasih atas setiap kesempatan yang selalu engkau berikan lagi dan lagi
Terimakasih atas setiap cinta yang Kau tumbuhkan dalam hati ini. Semoga cintaku padanay tak melebihi kecintaanku padaMu
Terimakasih atas 7920 episode terbaik ini
Yaa Muqollibal Qulub, tsabbit qalbii ‘ala Diinik
Aku mendamba hujan sebab kebermanfaatannya, bukan sekedar rintiknya.
Dan kau, tetaplah menjadi hujan. Bermanfaatlah dimanapun kau berada. Dan begitula dwngan aku.
Mungkin suatu hari kita akan turun bersama, dan bermanfaat bersama.
Yaa…
Mungkin….
Mungkin….
Jika Allah meridhoi…
Repost from My Tumblr
Selasar Porsima, 13 Maret 2018
15.58
Cos Ma'arif H. L
Comments
Post a Comment