Skip to main content

Behind the Scene of Reaching the Dream


Bismillahirrahmanirrahiim..

Alhamdulillah, sampai hari ini saya masih diberikan kesempatan untuk merasakan rasanya berjuang dalam suatu proses merealisasikan mimpi. Ya, seharian ini saya mendapatkan banyak sekali pengalaman. Diawali dengan perjalanan menuju ke bank hingga harus bolak-balik untuk ngurus surat pengajuan dana ke fakultas hingga universitas.

Oke, kita mulai…Jadi gini, Di FKIP, sudah menjadi rahasia umum kalau di ruang “Bagian Kemahasiswaan (FKIP)” ada mitos yang tak asing lagi bagi mahasiswa. Katanya, sekalinya kita masuk ke bagian kemahasiswaan, dalam waktu singkat kita pasti kita akan masuk lagi ke ruang tersebut. Jadi ceritanya gini, pagi ini awalnya kami sudah membuat surat untuk dimintakan tanda tangan ke pihak-pihak birokrat di fakultas dan universitas. Nah, syarat untuk mendapatkan tanda tangan Pak Amir selaku Pembantu Dekan III FKIP, terlebih dahulu haruslah disetujui oleh bagian kemahasiswaan, siapa lagi kalau bukan Pak Luhur. Singkat cerita, ketika kami minta paraf kepada Pak Luhur, eh ternyata format suratnya salah. Padahal ya, itu surat di copy dari suratnya mas Dhany Pangestu yang kemarin berangkat ke Brunei, dan nyatanya uangnya bisa cair. Dan entahlah, kenapa sekarang bisa salah format yaa. Akhirnya, edit lagi deh suratnya, nge-print lagi, dan keluar uang lagi. Haha..

Nah, setelah dirasa sudah sesuai dengan yang disarankan oleh Pak Luhur, kami pun kembali menemui beliau ke bagian kemahasiswaan untuk minta paraf (lagi). Tuh kan, mitosnya beneran kejadian. Haha.. Satu surat diparaf.. dua surat.. tiga surat.. emapat.. lima.. enam.. tujuh.. delapan.. Seeemmm… eh, eh, eh.. lha kok raut wajahnya beliau berubah yaa.. jangan-jangan… “Lhoh mbak, ini kop suratnya salah, ini psw nya univ, psw nya FKIP bukan yang ini. Kalau FKIP kayak yang ini lho (sambil menunjukkan kop surat FKIP). Wis, diganti sek dari pada salah” Duh, duh, duh bapak… kenapa tadi nggak sekalian mawon sih pak.. Alhasil, kami pun harus ngedit lagi, dan ngeprint lagi. Eh, tapi ternyata Pak Luhur lagi baik hati.. “Wis nduk, di print ng kene wae. Sana, matur Pak Giyat ngampil Printer” Alhamdulillaah.. Terimakasih Pak Luhur yang baik hati. Hehe.. Akhirnya, surat pun sudah di paraf Pak Luhur. Ingat, baru Pak Luhur lho yaa, belum ke Pak Amir. Tapi, hari ini kan hari Jumat, jam kantornya pendek. Jam telah menunjukkan pukul 11.30, waktunya mawa istirahat.

Akhirnya, Mas Redza pun ke NH dulu untuk sholat jumat, sementara aku dan Mbak Inayah berinisiatif ke bagian mawa untuk bertanya masalah visa. Katanya sih, untuk mengurus masalah visa, pihak universitas bisa membantu untuk mengurus. So, kita nggak perlu ke Jakarta dan keluar uang berates-ratus ribu cuma untuk ngurus visa. Akhirnya, kami pun pergi ke mawa untuk menanyakan hal tersebut. Namun sayangnya, pihak mawa kurang tau terkait masalah ini. Kami disarankan untuk ke Humas Universitas untuk menanyakan hal ini. Tapi lagi-lagi, bagian Humas Universitas pun juga kurang tahu tentang hal ini. Lhah, lhah… ini sebenernya yang tau dan mengurus hal kayak ginian siapa sih.. Dan akhirnya kita disarankan lagi ke Gedung BAPSI Bagian Kerjasama (Sumpah, aku baru tau kalo di UNS ada bagian kayak ginian, nasib anak wilayah.. Haha..) 

Tapi ternyata, Bu Anis selaku Kepala Bidang Kerjasama belum juga kembali ke meja kerjanya, padahal sudah hampir jam 13.30. Akhirnya pun kami bagi tugas, Mas Redza tetap stay di BAPSI untuk nungguin Bu Anis, aku dan mbak inayah kembali ke Gedung F untuk minta tanda tangan ke Pak Amir. 

Sekembalinya ke Gedung F, ternyata antriannya panjaangg banget. Oallah, ternyata Pak Amir nya baru rapat, makanya antriannya numpuk. Kurang lebih satu jam kita menunggu beliau, akhirnya beliau datang juga. Tapi, kata Pak Amir sepertinya untuk saat ini  Fakultas tidak bisa memberikan dana, karena belum ada alokasi anggaran untuk itu, maklum, masa-masa transisi semester seperti ini memang pihak fakultas baru ribet-ribetnya. Akhirnya, Pak Amir pun mengusulkan untuk mengajukan surat SEKAB saja, supaya nanti di danai oleh negara. Akhirnya kita disuruh untuk menanyakan hal ini kepada Pak Tomi, beliau ini biasanya mengurusi permohonan pengajuan pendanaan ke external kampus, termasuk ke negera.

Nah, ada cerita lucu nih tentang Pak Tomi ini.. Jadi, ceritanya kan kami bertiga belum ada yang tau bagaimana sosok Pak Tomi itu. Akhirnya kita Tanya ke Pak Giyat, karena beliau kebetulan lewat. Kata Pak Giyat, cari saja orang yang tinggi besar pake kacamata. Yasudah, kita tunggu sosok tersebut, kata Pak Giyat beliau sedang rapat, sebentar lagi juga selesai, tunggu saja, nanti juga lewat.
Bener-bener, ternyata di FKIP sosok tinggi besar pakai kacamata banyak sekaleee. Dan dari sekian banyak orang tinggi besar berkacamata, tak satu pun yang nama dadanya tertulis nama Pak Tomi. Akhirnya kami pun bertanya ke Pak Luhur, siapa tau beliau seruangan dengan Pak Luhur. Nah, kata Pak Luhur beliau ruangannya tidak di bagian Kemahasiswaan, tapi di ruang Kepegawaian. Dan beliau juga bilang “Itu Lho mbak, lihat saja di layar depan, nanti kan ada fotonya Pak Tomi”. Akhirnya, kami pun langsung mantengin itu layar. Slide demi slide berganti. Tapiii, sampai kembali ke slide awal tidak satupun ada nama pegawai yang bernama Pak Tomi. Aneehh, ini beliaunya nyata atau fiksi sih yaa…

Tak beberapa lama, mbak Etik pun lewat. Mbak Etik ini anak BEM di kementrian Dagri. Nah, pas banget, anak Dagri biasanya banyak kenalan sama pegawai-pegawai di gedung F. Akhirnya kami putuskan untuk bertanya ke mbak Etik. “Mbak, yang namanya Pak Tomi yang mana sih?? Dari tadi yang lewat nggak ada Bapak-bapak yang nama dadanya Pak Tomi. Di layar juga nggak ada” Dan tau nggak apa jawaban mbak Etik. “Ya iyalah, tok golekki nganti seabad jubleg ra bakal ketemu sama yang namanya Pak Tomi. Bapaknya itu nama aslinya Pak Sutomo yaa” Bbbzzz…. Pantesaan….. 

Tak beberapa lama setelah itu, kami pun menemukan sosok Pak Sutomo alias Pak Tomi. Selama berkonsultasi sama beliau, dapat kusimpulkan bahwa beliau ini pasti sewaktu mudanya termasuk orang gaul. Bahasanya nggak pake saya anda, atau loe gue lagi, tapi “You I You I”. Hahaha,. pantesan namanya Tomo diganti Tomi. Hehehe… 

Sebenarnya sih banyak yang bisa ceritakan, tapi nggak mungkin bisa dijelaskan sampai detail juga sih yaa.. Yasudah, pokoknya secara garis besar perjalanan dan perjuangan hari ini seperti itu. Hari ini baru selesai untuk tahap cari tandatangan dan cari informasi saja. Itu saja menghabiskan waktu dari jam 09.00 sampai 17.00. Hoho, hari yang melelahkan, tapi banyak pengalaman yang di dapat. Makasih yaa Mbak Inayah, Mas Redza, sudah diajak untuk melalui proses ini.. Semoga besuk perjuangan kita diberi kemudahan.. Aamiin..

Surakarta, 07 Februari 2015
22:01
Cos Ma’arif H. L

Comments

Popular posts from this blog

Urgensi Lembaga Legislatif dalam Dinamika Politik Kampus

Seiring dengan makin dikenalnya istilah student governence di lingkungan kampus, tentunya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang apa sebenarnya student governance atau yang kita artikan sebagai pemerintahan mahasiswa. Disamping itu, pengkajian terhadap setiap tugas, peran dan fungsi dari tiap-tiap lembaga tersebut wajib kita ilhami dengan baik, sehingga sistem baku yang telah dibentuk dalam lingkungan kampus ini dapat berjalan secara dinamis dan sinergis dalam mewujudkan pemerintahan mahasiswa. Layaknya sebuah pemerintahan negara, “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa”. Berangkat dari landasan tersebut, tentunya dapat kita simpulkan bahwa prinsip “dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa” merupakan prinsip dasar dalam kehidupan mahasiswa. Untuk itu diperlukan suatu tatanan sistem organisasi mahasiswa untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Sistem student governe...

Yaa Muqollibal Qulub, Tsabit Qolbii 'ala Diinik

Ya, Rabb.. Bersama senja, Kau ketuk lagi hati ini. Hati yang tengah mencari arti dalam jalan yang sunyi. Kau getarkan kembali hati ini, ketika ia tengah nyaris mati tak berdetak. Kau hadirkan lagi memori itu, saat kami berada pada satu garis perjuangan yang sama. Kau ingatkan kembali pada sebuah janji yang sempat teruntai bersama tangis air mata dan doa. Yaa, Rabb. Tanpa kusampaikan lewat barisan kata pun, aku yakin, Kau mengerti apa yang ditanyakan oleh segumpal daging yang ada didalam raga ini. Aku mencintai Mu, namun bagaimana dengan ridho orang tua ku? Hendak kemana aku mencari jawaban atas kegelisahn hati ini? Aku ingin berjalan dijalan Mu. Sungguh, benar-benar ingin… Namun sungguh, aku tak tahu, hendak ku langkahkan pada persimpangn jalan yang mana langkah kaki ini. Aku hanya takut, aku salah dalam mengambil keputusan. Ketika jalan ini kau buka dengan lapang untuk menjadi jalanku untuk lebih mudah menggapai cintaMu, justru aku sia-siakan dan tutup rapat karena ketidaktah...

PPG Jalur Instan Mencetak Guru Profesional (?)

Hmm, lagi-lagi pingin membahas masalah PPG. Walaupun masalah PPG ini sudah pernah saya bahas di tulisan terdahulu dalam blog ini, boleh deh kita bahas lagi. Mumpung lagi panas :) Berbicara mengenai pengahapusan akta 4 per Juni 2014 bagi mahasiswa FKIP UNS, pasti erat hubungannya dengan isu PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang menjadi momok dan pembicaran panas di kalangan mahasiswa FKIP. PPG merupakan pendidikan lanjutan bagi setiap mahasiswa lulusan Kependidikan maupun Non   Kependidikan yang ingin tersertifikasi menjadi guru profesional.  Menurut wacana, lulusan mahasiswa FKIP mulai Juni, 2014 tidak lagi mendapatkan akta 4 sebagai syarat mereka untuk mengajar. Lantas bagaimanakah nasib para lulusan FKIP di tahun 2015 dan setelahnya? Apakah cita-cita luhur mereka untuk dapat menjadi seorang pendidik dan mengabdi pada negeri harus pupus? Ternyata pemerintah menjawab tidak. Dengan dihapusnya akta 4, pemerinah telah menyiapkan gantinya dengan mengeluarkan kebijaan unt...